Kawin, Yuk! - Bagian 19

22.6K 2.2K 102
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Lari dari masalah itu bukan cara yang tepat, Sisil! Lo udah dewasa, yang cuman bisanya ngeluh, lo juga bisa bertindak. Gak seharusnya lo pergi disaat lo ngerasa disini gak ada yang berpihak sama lo, terus lo pergi juga dari sana ketika apa yang lo harapin gak lo temuin disana. Lo bukan anak sma lagi, Silvia!"

Kedua mata Sisil yang memerah menatap lekat sosok Andita didepannya tengah mengomel semenjak mereka sama-sama duduk disofa butiknya.
Sisil tidak tersinggung, dia justru menerima dengan lapang jika memang Andita akan memakinya sekalipun karena memang disini yang salah adalah dirinya. Dia pergi tanpa memberi siapapun termasuk Andita ---sahabatnya--- membuat wanita itu marah sekaligus khawatir, mencarinya disaat dia tak memberi kabar. Maka sekarang wanita berbadan dua itu menyemprotnya dengan amarah.

Meskipun perkataan Andita menyakitkan namun itu benar. Tidak ada yang salah dari apa yang sahabatnya sampaikan. Sisil memang sepengecut itu.

Merasa lelah, Andita akhirnya menghembuskan nafas secara kasar lalu mengelus perut besarnya. "Naek lama-lama tensi gue karena lo, Sil. Gue nangisin lo dua hari dua malem kalo lo mau tau. Gue takut lo gak makan, tidur lo dimana, eh tau-tau lo belok ke kampung orang!"

"Kampung Nenek Kakek gue," koreksi Sisil dengan begitu santai dan menyedot es cappucinonya.

Andita mendelik sebal, dia lantas mencubit gemas lengan Sisil dan membuat sang empu tertawa pelan. "Kenapa sih, Sil? Harus kayak gini. Kenapa pake kabur-kaburan segala coba?"

"Gue cuman butuh tenangin diri, seperti yang lo bilang."

"Tenangin diri bukan berarti lo harus kabur! Bisa 'kan kasih tau gue kalo lo gak mau kabarin orangtua lo. Lo gak tau sepanik apa bokap lo dateng ke rumah gue tengah malem karena lo gak ada di butik, lo gak tau sekacau apa nyokap lo yang terus nangisin lo. Sisil, jangan buat nasib lo makin memprihatinkan dengan menjadi anak durhaka." Sisil mengangkat kepalanya, kedua alisnya berkedut.

Ayahnya datang ke rumah Andita untuk mencarinya? Benarkah?
Bahkan saat dia sehari pergi dari rumahpun ayahnya itu tidak berniat menelepon kakek, sekedar bertanya dirinya ada atau tidak disana. Walaupun ujung-ujungnya orangtuanya tahu juga dia ada dimana. Tapi Sisil bersumpah tidak mendapat satu pesan pun dari sang ayah, kecuali mamanya dan Sesil.

Sisil menatap punggung lengannya yang disentuh oleh Andita. Wanita itu memasang tatapan lebih sayu dari sebelumnya. "Sil, mereka itu sayang sama lo. Mustahil mereka gak peduli sama lo, cuman mereka aja yang berbeda. Gue juga calon orangtua, Sil, gue bisa ngerasain gimana sayangnya gue ke calon anak gue. Gimana gue paniknya saat tau perkembangan dia gak sesuai harapan gue. Setiap orangtua itu sayang dengan cara mereka masing-masing, orangtua lo sedang dihadapkan oleh kebingungan karena kondisi Sesil, lalu mereka dihadapkan dengan lo juga yang pundung. Mereka juga kebingungan karena lo sama Sesil saudara," tuturnya seraya sesekali mengelus lengan Sisil. Suaranya terdengar jauh lebih lembut dan penuh perhatian.

Kawin, Yuk! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang