Silvia, wanita yang harus ditinggal nikah oleh kekasih dan adiknya, membuatnya harus kembali memupuskan impian pernikahan diusia 27 dan selalu dikatai perawan tua oleh tante-tantenya.
Sampai akhirnya dia terpaksa kabur ke kampung halaman sang nenek...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
"Assalamualaikum!"
Sisil menggenggam erat tangan Yayan yang membawanya masuk ke rumah pria itu untuk kesekian kalinya, meskipun begitu Sisil tetap merasa gugup karena sekarang yang harus dia hadapi bukan Ambu lagi, melainkan Abahnya Yayan. Yang sebelumnya hanya dia lihat dari wallpaper handphone Yayan saja. Semoga saja reaksi Abah sama baiknya seperti Ambu. Sisil benar-benar berharap lebih.
"Waalaikum salam. Akhirnya si Eneng datang juga, Ambu sudah kangen!" Sepasang suami istri baru saja keluar dari tempat persembunyian mereka, Sisil langsung tersenyum dengan sangat manis dan memeluk Ambu.
"Sisil juga kangen Ambu." Ambu melepaskan pelukannya lalu menoleh pada Abah yang sudah duduk diatas kursi.
"Ah, gak usah! Masa tamu ke dapur. Udah tunggin aja disini, ya? Tuh, ngobrol sama Abahnya si aden." Sisil menarik sudut bibirnya dengan kaku ketika melirik Abah yang tampak santai meminum kopi.
Apa pria itu tidak melihatnya disini? Pikir Sisil lalu mendudukan bokongnya disamping Yayan yang sudah duduk sejak tadi.
"Jadi ...." wanita itu terperanjat ketika suara Abah terdengar menggelegar dikedua telinganya. Kencang sekali. "... kamu calon istri yang Yandha maksud, Neng?" Tanyanya masih dengan suara yang keras.
Sisil mengerjapkan kedua matanya dua kali lalu menatap Yayan yang hanya tersenyum malu. Wanita itu lantas berdehem pelan sebelum menjawab, "iya, Bah. Rencananya sih, begitu. Kalo Abah sama Ambu kasih restu." Abah menautkan sebelah alis tebalnya dan menatap Sisil begitu lekat, hal tersebut membuat Sisil menelan gumpalan keras yang terasa begitu pahit.
Dia tidak salah jawab, 'kan?
"Orangtua kamu, sudah tau?" Sisil tertegun seketika. "Kalo Aki sama Nini sih, Abah udah yakin mereka setuju. Secara kita udah saling mengenal lama sekali. Ibaratnya udah tau Yandha sampai ke ekor-ekornya. Orangtua kamu bagaimana? Abah mah berharap kalo memang sudah pada tau dan sudah pada yakin, lebih baik dipercepat saja supaya tidak menjadi fitnah orang-orang karena kalian nempel terus?"
Sontak Sisil dan Yayan saling menjauh setelah Abah mengatakan demikian. Sisil meremas jemarinya dengan erat, dia tidak tahu harus menjawab apa kali ini karena dia memang belum ada mengatakan apapun kepada orangtuanya. Hanya kakek beserta neneknya saja yang mengetahui lamaran secara tidak langsung Yayan. Pria itu juga mengatakannya kepada kakek setelah padanya.
"Udah atuh, Bah!" Kedua kelopak mata Sisil melebar seketika. Matanya menatap Yayan yang baru saja bersuara. "Yandha udah ketemu sama Ayah Sisil di Jakarta sebelum lamar Sisilnya langsung. Mana mungkin Yandha lamar anak orang sebelum bilang ke orangtuanya," tukas pria itu dengan sangat tegas membuat Sisil merasa terkejut dibuatnya.