***
"Mobil butut, eyy! Kaluaran jaman baheula, ey!"
Langkah riang Wisnu mendadak terhenti begitupula dengan nyanyiannya, kala penglihatannya menangkap cucu atasannya tengah melamun sendirian didekat kolam ikan. Dengan kedua mata menyipit, pria berkaos biru itu lantas membelokan langkah ---yang semula hendak mengantar rumput ke kandang kambing--- kearah Sisil.
"Biasanya kalo melamun sore-sore teh suka ada yang lewat terus tiba-tiba grepek weh, kasarumahan!" Sisil mendelikan matanya keatas, pada Wisnu, yang tengah berdiri disampingnya.
"Apaan sih, Nu? Siapa yang melamun?" Timpal wanita itu dengan begitu lemas, seolah tenaganya hilang entah kemana.
Wisnu lantas tercengir lalu ikut berjongkok disamping Sisil, pria itu meraup pakan ikan ditangan Sisil dan menaburkannya ke dalam kolam. "Kalo bukan melamun apa atuh? Orang mukanya jamotrot kitu siga ikan koinya Ki Danang, tuh!" Celetuknya, menunjuk salah satu ikan yang baru saja lewat depan mata.
Sisil menepis tangan pria itu dan melayangkan tatapan jengah, kontan saja membuat Wisnu terkekeh dan mengusap tengkuknya. "Iya, maaf-maaf atuh, Teh. Habisnya saya liat Teh Sisil akhir-akhir ini sering banget diem, dikit-dikit melamun, saya 'kan jadi parno liatnya juga. Ada masalah apa atuh, Teh? Sok cerita sama saya, siapa tau bisa lega." Apa yang baru saja dikatakan Wisnu tidaklah salah. Selama beberapa hari ini Sisil begitu banyak diam dari biasanya, wanita itu juga lebih memilih menghabiskan waktu didalam kamar dibanding keluar.
Semua itu tidak jauh dari pengawasan mata Wisnu. Meskipun minusnya sudah sembilan tapi tetap jago dalam membaca ekspresi seseorang.
"Aku bingung, Nu. Aku gak tau harus gimana!" Kening Wisnu berkerut dalam saat mendapati raut sendu Sisil.
"Bingung kenapa? Kalo punya kabingung lebih baik diceritakan supaya tidak bingung sendiri. Meskipun tidak bisa memberi solusi, kan bisa bingung sama-sama!"
Sisil berdecak pelan. Kadang Wisnu bersikap bodoh dan membuatnya merasa kesal setengah mati. Padahal Wisnu itu bisa dalam segala hal pun mampu membenarkan kerusakan yang terjadi dirumah, tapi entah kenapa cara bicaranya sangat aneh dan kadang nyeleneh.
"Apa aku batalin aja ya, lamarannya Kang Yayan?" Kedua bola mata Wisnu membola seketika.
"Ih! Atuh jangan begitu Teteh teh! Ceritain dulu masalahnya apa jangan langsung main batalin. Dikira ngirim uang ke rekening apa bisa dibatalin? Ada apa?!"
Sisil menarik nafas panjang sebelum mengeluarkannya melalui mulut. Dia merasa kedua bahunya seperti ditekan oleh batu yang teramat besar. Sangat berat. Sisil benar-benar tidak bisa mencari solusi dari masalahnya, tapi dia juga tidak mau melepaskan Yayan. Sisil seperti orang yang egois sekarang ini.
"Abahnya Kang Yayan, dia gak nyuruh aku bisa lepas karier atau enggak. Sedangkan pekerjaan aku sekarang adalah hal yang paling aku sukai. Jatuh bangun aku membangun karierku, sampai bisa bangun butik dan punya banyak pelanggan. Tapi disisi lain aku juga gak mau kehilangan Kang Yayan, Nu. Setelah ditinggal nikah, rasanya seperti sebuah keberuntungan bisa bertemu sama cowok seperti Kang Yayan. Aku gak mau lepas karier tapi juga gak mau lepas Kang Yayan. Sedangkan aku gak mungkin lawan Abahnya!" Ekspresi Wisnu berubah sedih ketika melihat Sisil yang menangis. Pria itu semakin mendekatkan diri pada Sisil dan mengusap bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin, Yuk! (TAMAT)
RomanceSilvia, wanita yang harus ditinggal nikah oleh kekasih dan adiknya, membuatnya harus kembali memupuskan impian pernikahan diusia 27 dan selalu dikatai perawan tua oleh tante-tantenya. Sampai akhirnya dia terpaksa kabur ke kampung halaman sang nenek...