***
"Ya, gak bisa gitu, dong, Kang! Kan kamu udah janji mau kesini minggu depan buat ikut urus WO-nya. Masa aku ukur baju sendirian?!"
Kedua tangan Sisil mencengkram dengan kuat stir yang saat ini tengah dia kemudikan. Keningnya berkerut dengan dalam serta kedua alis yang menekuk tajam, sedangkan ditelinganya tersumbat sebuah earphone yang menghubungkannya dengan sebuah panggilan.
Sebulan telah berlalu dan persiapan pernikahan Sisil telah dimulai sejak jauh-jauh hari, namun sayangnya baru selesai beberapa persen saja sedangkan sisanya masih banyak, karena memang Sisil selalu mengurusnya sendirian paling jika dia kesulitan dia akan meminta bantuan kepada Tian ataupun orangtuanya. Masalahnya adalah minggu depan dia memiliki janji temu dengan WO yang sebelumnya sudah dia putuskan bersama Yayan, tapi rencana kedatangan pria itu ke Jakarta harus diundur karena sebuah alasan yang lagi-lagi membuat Sisil merasa emosi.
"Iya, Sayang. Aku tau, aku cuman dua hari di Solo dan setelah itu aku janji bakalan langsung ke Jakarta, atau kalo perlu aku terbang dari Solo kesana. Aku bener-bener gak bisa minta diwakilin siapapun, masalahnya itu pelanggan Abah yang udah lama. Kita kesana sekalian bahas masalah hewan ternak aku."
Sisil berdecih pelan, semakin kesini masalah yang menimpa mereka semakin banyak dan juga ada-ada saja. Sepertinya kesalahan sepele pun bisa membuat Sisil merasa emosi mengingat dirinya yang tengah sensitif.
Sudah lama dia tidak bertemu dengan Yayan dan tentunya dia merindukan pria itu, selama ini mereka hanya berdiskusi melalui handphone saja. Jadi biarkan Sisil menjadi wanita yang egois kali ini saja."Sepenting apa, sih? Lebih penting dari pernikahan kita? Kang, aku bahkan udah kosongin semua jadwal aku buat minggu depan demi ketemu kamu, ya! Aku selama ini udah sabar dan coba ngertiin kamu, tapi apa kamu ngertiin aku juga?"
"Sil, jangan kayak gini. Aku cuman minta pengertian sedikit lagi, oke?"
"Gak ada! Udah cukup aku ngertiin kamu selama sebulan ini! Aku juga capek, ya, bukan kamu aja. Aku sibuk kerja tapi tetep urus pernikahan kita. Kamu sendiri gak pernah bisa aku andelin, tau gak! Aku bela-belain undur ketemu sama pelanggan aku juga, tapi ini yang aku dapetin. Yang mau nikah itu bukan cuman aku, tapi kita. Kita berdua, Aryandhanu!" Pandangan Sisil terasa memburam, air mata sudah menyembul dipelupuk matanya dan bisa terjatuh dalam sekali kedip saja.
Dadanya terasa begitu sesak, kantung mata yang menghitam sebagai tanda bahwa dia tidak bisa tidur nyenyak karena semua urusan yang selama ini dia pegang sendirian. Tidak ada bahu untuk bersandar atau hanya sekedar berbagi keluh kesah. Rasanya lelah sekali, setelah ini dia harus pergi mengatur gedung yang akan menjadi tempat pernikahannya karena kalau mepet dengan tanggal pernikahan dia bisa saja kehilangannya.
"Sil, aku ngerti kamu marah. Tapi sekali ini aja, aku mohon!"
"Aku gak mau peduli! Aku mau kamu kesini dan urus semuanya bareng aku. Kalo kamu gak bisa ... batalin aja pernikahan ini!" Tegasnya lalu mematikan teleponnya dan menghentikan laju mobilnya disebuah basement.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin, Yuk! (TAMAT)
RomanceSilvia, wanita yang harus ditinggal nikah oleh kekasih dan adiknya, membuatnya harus kembali memupuskan impian pernikahan diusia 27 dan selalu dikatai perawan tua oleh tante-tantenya. Sampai akhirnya dia terpaksa kabur ke kampung halaman sang nenek...