***
Sebuah pernikahan harusnya disambut dengan suka cita dan penuh kebahagiaan oleh dua keluarga, yang mana mereka menyambut menantu mereka dan merayakannya bersama. Tapi sepertinya hal itu tidak berlaku bagi Sisil, wanita berambut cokelat terang yang baru saja menghantamkan bokongnya keatas kursi, tidak memiliki gairah sama sekali saat dihadapkan dengan keluarganya. Terutama sepasang pengantin baru yang saat ini tengah menatapnya penuh rasa bersalah. Sesil melemparkan senyuman tipis, meskipun Sisil yakin adiknya sama sekali tidak ingin tersenyum.
Tch! Bahkan untuk sekadar membalasnyapun dia enggan. Biarkan saja Sisil menjadi wanita yang sangat tidak dewasa, dan terlihat jahat, coba katakan siapa yang terima kekasihnya menikah dengan adik sendiri? Lalu sekarang hubungan mereka berubah menjadi saudara ipar. Idih, Sisil bahkan tidak sudi melihat wajahnya meskipun Sisil akui memang tampan.
"Ini, makan yang banyak. Mama sengaja masak banyak buat Sisil. Kamu suka banget sama sop iga buatan Mama."
Sisil menatap makanan dihadapannya tanpa minat. Tetapi melihat mamanya yang sangat antusias, mana mungkin dia tidak memakannya. Lagipula perutnya juga terasa lapar.
Suasana sarapan pagi ini terasa begitu canggung, dimana biasanya selalu ada percakapan hangat antar keluarga, tapi sekarang semuanya hanya diam sembari menikmati makanan masing-masing. Sisil sendiri tidak mau banyak bicara, dia memilih untuk segera menghabiskan sarapannya dan gegas untuk mandi sebelum berangkat ke butik. Dia akan menghabiskan semua waktunya ditempat itu. Jauh dari ocehan keluarga yang memuakan.
"Ayah liat butik kamu akhir-akhir ini ramai." Baru saja Sisil hendak pergi, suara sang ayah berhasil mengurungkan niatnya dan kembali menempelkan bokongnya pada kursi.
"Iya. Alhamdulillah."
Ayah mengangguk-angguk seraya tersenyum tipis. "Baguslah, Ayah senang dengarnya. Kapan-kapan kamu bisa ajarin adik kamu juga, biar dia ada pengalaman." Suasana ruang makan mendadak tegang tepat setelah perkataan tersebut terlontar. Tidak ada yang salah dengan isi dari kalimatnya, namun ayah berbicara diwaktu yang tidak tepat.
"Adik?" Beo Sisil, lalu tersenyum miring. "Adik yang mana?" Pertanyaan tersebut berhasil menghujam dada Sesil yang sejak tadi menundukan kepalanya.
"Memangnya kamu punya adik berapa?"
"Bisa aja Ruri anaknya Tante Silmi atau Nina anak Om Salim. Cuman mereka berdua yang masih kuliah dan butuh magang, siapa lagi emangnya?" Sisil menelan potongan pisang diakhiri seringaian tipis. Puas sekali rasanya melihat wajah pias Sesil.
Ayah menghembuskan nafasnya secara kasar. "Silvia, jadi karena Sesil gak lanjut kuliah dia gak berhak punya pengalaman kerja?"
"Aku gak bilang gitu. Ayah yang barusan bilang. Aku kan cuman nanya," jawab Sisil dengan tak acuhnya.
"Ayah tau kamu marah, tapi bukan berarti karena hal itu hubungan kamu dan adik kamu merenggang, Silvia. Kalian saudara gak boleh saling membenci!" Tegur ayah yang nampaknya mulai jengah akan tingkah keras kepala Sisil. Putri sulungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kawin, Yuk! (TAMAT)
RomansaSilvia, wanita yang harus ditinggal nikah oleh kekasih dan adiknya, membuatnya harus kembali memupuskan impian pernikahan diusia 27 dan selalu dikatai perawan tua oleh tante-tantenya. Sampai akhirnya dia terpaksa kabur ke kampung halaman sang nenek...