"Angkat tangan! Tetap berdiri di tempat dan jangan ada pergerakan apa pun!" Perintah tersebut terdengar nyaring.
Semua anggota kepolisian menyebar ke segala penjuru ruangan rumah mewah iu. Terjadi penggeledahan besar-besaran. Akan tetapi, tak ada hasil yang diharapkan.
Galuh Grahandini masih berdiri di depan meja rias kala kejadian tersebut berlalu dengan cepat. Pikirannya belum sempurna terbentuk kala banyak orang berseragam menerobos masuk.
Gadis 27 tahun itu terdiam. Berusaha mencerna, tetapi tak tahu ada apa? Ia masih disibukkan dengan tanya di mana sang calon suami hingga terlambat datang setengah jam guna melantunkan ijab sah yang lama dinanti.
Semua penggeledahan pun selesai. Seorang pimpinan polisi bergelar Kompol (Komisaris Polisi) pun mendekati Galuh yang masih terdiam. Mata gadis itu melebar tatkala mata yang telah lama ia kubur dalam-dalam mendadak muncul di hadapan.
Garis wajah tegas dengan wajah penuh keseriusan mampu menghadirkan dentuman lama. Galuh menegang, tetapi tak menampik bahwa lelaki di hadapan memang tampan secara nyata.
"Apa Anda calon istri Rajendra Dahana?" Jalu bertanya memecah keheningan.
Galuh menelan ludah. Sudah sepantasnya ia melayangkan pukulan karena kejadian usang yang telah berlalu. Sayangnya, menatap mata tajam itu membuat Galuh kembali ditenggelamkan dalam rasa yang pernah ada. Ya Allah. Galuh menggigit bibir karena tak kuat berhadapan dengan lelaki bernama lengkap Jalu Akasa.
"Ya." Galuh berkata pada akhirnya.
Jalu menelan ludah sebelum kembali menatap Galuh. "Calon suami Anda dinyatakan kabur selepas diduga melakukan penyelundupan narkotika di salah satu hotel dekat Plaza. Ketika kami periksa, di rumahnya tak ada. Kemungkinan dia melarikan diri usai mobilnya terjun ke jurang."
Galuh merasakan hatinya dipotog lantas ditaburi cuka. Sakit menjalar. Akan tetapi, kaca-kaca yang ada belum bisa turun sepenuhnya. Gadis itu masih berusaha menahan amarah yang menggelegak dan rasa tak percaya yang juga merebak.
"Bohong! Mas Rajendra tidak mungkin melakukan hal keji." Galuh mencoba membela meski rasa takut mulai menjalari.
Jalu kembali menatap mata yang memancarkan benci. Lelaki itu paham duduk permasalahan yang telah terjadi. Akan tetapi, ia sama sekali tak tahu jika Rajendra, dugaan penjahat itu, berhubungan dengan gadis masa lalunya; Galuh Grahandini.
"Kepolisian masih terus melakukan penyidikan. Mohon kerja samanya." Jalu menutup percakapan yang dianggap memantik emosi. Ia memilih undur diri.
Galuh ingin sekali menikam belati punggung lebar tersebut. Tapi tak bisa. Ia sudah biasa menelan pahit. Namun, ini yang paling pelik.
Pernikahan impian dengan dekorasi sederhana dan Rajendra adalah lelaki pilihannya. Usai menjalani dua tahun masa pacaran, akhirnya mereka memutuskan melangkah ke pelaminan. Lagi-lagi, takdir membentengi. Galuh benci, tapi ini bukan ilusi.
Pernikahannya gagal hanya karena tuduhan yang tak pernah ia percaya. Selain itu, kegagalan ini memang bermula pada Jalu. Lelaki tak tahu diri dengan wajah tampan tak terperi. Galuh benci hingga ia hanya bisa berteriak selepas Jalu menjauh pergi.
"Kau pengacau!" teriak Galuh dengan banjir air mata.
Sang Ibu dan Ayah Galuh menenangkan putrinya. Jalu tak menanggapi. Pertemuan tak terduga dengan orang berarti memang menyesakkan dada. Apalagi Galuh Grahandini yang dulunya penuh tawa, berubah menjadi sosok pembenci tertutupi luka.
"Kau ... apa kau tak bosan menghancurkan kebahagiaanku?" Galuh berteriak dengan ledakan emosi.
Jalu tetap pada pendiriannya yang tak ingin menoleh. Ia terus diam dan berdiskusi untuk meninggalkan kediaman mewah ini. Teriakan ketiga kembali terdengar, kali ini menyulut bara yang belum padam di hati lelaki jangkung itu.
"Jangan berani menyentuh Mas Rajendra ... kalau kamu berani. Aku tak segan-segan angkat belati dan menusuk dadamu, Tuan Jalu Akasa!"
Jalu tak menoleh. Cukup sudah. Semuanya menjadi berantakan karena ia tak memiliki persiapan untuk bertemu Galuh. Ia memilih pergi dari rumah ini dengan bawahannya.
Galuh kehilangan kendali. Ia berlari menuju pelataran kala mobil polisi melaju. Hatinya berdenyut sakit. Dan kehilangan bukanlah hal yang pernah diimpikan.
"Galuh!" Sang Ayah mengejar dan mendekap tubuh berbalut kebaya pengantin dengan sanggul ala Jawa tersebut.
"Ayah! Ayah!" Galuh tak bisa menahan sakit dengan cara seperti ini.
Ia mendadak pingsan di tengah hiruk pikuk tamu undangan yang berbisik-bisik atas berita miring. Dengan tajuk "calon suami ternyata napi". Padahal, keluarga Sarojo, terkenal dengan kebaikan hati.
Berbeda dengan Galuh yang menutup mata sejenak menghilangkan penat. Penggerebekan rumah mahal dan berharap Rajendra ditemukan, membuat hati Jalu terkulai sakit. Ia tak menampik, bahwa senang bertemu dengan gadis masa lalu. Sekali lagi, jika itu tanpa rasa benci.
Jalu menghela napas menghilangkan rasa sesak yang menindas. Perkataan kejam Galuh tak seberapa sakit dibanding lima tahun lalu. Ia tersenyum pedih. Pengalihan perasaan itu adalah percakapan dengan anak buahnya tentang penyelidikan kasus ini. Jalu berhasil mengenyahkan rasa tak enak hati dan berbagai rasa lain yang mengikuti.
Galuh berhasil membuka mata selepas tamu undangan dibubarkan dan keheningan melingkupi rumahnya. Gadis itu terduduk di kasur dan berusaha meminum air meski tenggorokannya susah meneguk.
"Mas Jendra," lirih Galuh.
Sang Ibu mengusap air mata anaknya dengan lembut. Nirmaya mengenyahkan pedih yang membelenggu hati sang putri. Perjalanan cinta yang pelik memang menyakiti hatinya sebagai seorang Ibu.
"Pernikahanku batal," lirih Galuh kini terisak.
Nirmaya mendekap badan Galuh erat. Ia tak bisa berkata apa-apa. Ia hanya bisa melakukan usaha penenangan atas hal yang ikut dia rasa.
Brahma, Ayah Galuh, berada di ambang pintu dengan dada bergemuruh. Ia memang kurang cocok dengan Rajendra. Namun, atas desakan dan rayuan Galuh, lelaki paruh baya itu menerima Rajendra sebagai calon mantu.
Kejadian barusan memang terasa tak menyenangkan. Hari bahagia sang putri yang pernah digaungkan perawan tua, justru menjadi hari mempermalukan sedunia. Brahma sebenarnya tak mengapa. Tetapi pastilah Nirmaya dan Galuh terkena imbasnya, nama baik keluarga mereka kembali tercoreng dengan gosip murahan pada akhirnya.
"Nduk," lirih Nirma selepas berpandangan dengan sang suami.
"Galuh benci! Galuh benci sama polisi tadi! Mas Jendra nggak mungkin serendah itu. Dia itu pengusaha sukses, Bu!" Galuh menampik dengan wajah memerah.
Nirma kembali menelan ludah dan mengusap air mata sang putri yang telah banjir di hadapan. "Jangan diratapi, jika benar ... maka memang ini takdir Allah, menunjukkan semua rahasia sebelum kamu terlibat di dalamnya."
Galuh ingin menggeleng. Sekali lagi, pikirannya yang telah dewasa menyeret paksa agar ia menerima dengan legowo.
"Jangan ditangisi, Nduk. Kalau memang ini hanya kesalahan, maka kamu bisa berdoa pada Allah. Meminta petunjuk. Pasrahkan pada Allah. Ayah sama Ibu setia mendampingi kamu dengan doa dan usaha."
Tangis Galuh menjadi. Ia terisak dengan dada sesak. Padahal bayangan indah pernikahan telah ada di awang-awang. Namun, takdir justru melawan.
Galuh mengangguk pada akhirnya. Rasa percaya pada Rajendra masih meliuk-liuk dalam hati. Ia menampik jika Rajendra adalah napi. Terpenting, ia akan ikut menyelediki di mana sang calon suaminya sekarang? Adakah ia di tempat aman?
Tentang Jalu ... Galuh sedang memikirkan pemberontakan. Lelaki tak tahu diri itu harus lenyap jika memang berniat menghancurkan hidupnya. Sekali, sudah terlanjur. Jika dua kali, percayalah Galuh siap membasmi. Karena cinta yang pernah tumbuh dulu, telah mati.
B e r s a m b u n g....
Hisnanad28sebutkan pengguna
CMIIW. Silakan kasih pendapat yak. Saiya baru pertama kali buat cerita tentang polisi. Jadi sekiranya ada salah kata silakan disampaikan. Thank you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undo (Completed)
AzioneGaluh Grahandini (27 tahun) tak pernah mengira pernikahannya akan batal karena orang masa lalu sekaligus polisi tak tahu diri; Jalu Akasa. Pembatalan pernikahan dengan kenyataan calon suami Galuh, Rajendra Dahana, adalah terduga bandar narkoba, memb...