Balas Dendam yang Baik

1.2K 216 23
                                    

Keajaiban doa; bisa mengubah mimpi menjadi nyata.

Erina melempar ponselnya asal. Ia baru pulang dari rumah sakit pukul empat sore. Hari-harinya berantakan sejak tak sengaja mendengar kabar pernikahan Jalu Akasa.

Erina mematut dirinya di cermin. Wajahnya masih cantik dan belum ada kerutan di sana. Ia masih menarik dipandang mata. Padahal, ia telah menyukai Jalu sejak dulu, kenapa bisa lelaki itu tiba-tiba menikah dengan pasien berkedok teman tempo hari.

Hati Erina sakit. Kewarasannya tinggal setengah. Meskipun sang ibu juga menceritakan akan terjadinya perjodohan antara mereka. Namun, mengapa semua mendadak berantakan? Erina tak suka dan ingin mencecar semua takdir yang ada.

Kembali, gadis itu menangis tiada henti. Diabaikannya panggilan sang ibu selepas curhatan semalaman. Erina tetap tak peduli meski seluruh dunia menyarankan untuk ikhlas, ia tak menerima takdir ini. Ia bebal dan lupa bahwa pengharapan pada manusia pasti berujung duka.

Di lain sisi, dengan menuruti insting, Galuh merawat Jalu. Wanita itu pergi sejenak selepas menyuapi Jalu, untuk membelikan kompres dan paracetamol. Selepasnya, Galuh memasang kompres tersebut di dahi sang suami meski awalnya agak canggung.

“Minum obatnya, ya, Mas!” Galuh berkata sembari menyodorkan satu pil dan sebotol air mineral.

“Aku enggak bisa minum pil, Galuh.” Galuh melongo atas perkataan tadi.

“Biasanya kalau sakit minum obat sirup. Kalau pil harus digerus dulu.” Jalu berkata pelan.

Ingin Galuh tertawa. Dia kira Jalu itu perfect seperti kelihatannya. Badannya bagus, pemberani, dan tegas. Akan tetapi, Jalu tak bisa minum pil? Luar biasa.

Galuh akhirnya menurut saja. Ia menggerus pil paracetamol dan menaruhnya di sendok. Dengan dicampur air, Jalu bisa meminumnya sampai tandas.

“Kalau udah gede harusnya belajar telan pil, Mas!” Galuh mengusulkan.

Jalu mengangguk pelan. “Ya susah.”

“Tapi setahuku obat sirup cuman buat anak-anak? Atau memang ada yang buat orang dewasa?”

“Ada yang buat orang dewasa. Cuman kalau aku sakit ya dibiarin sampai sembuh. Enggak minum obat. Paling dibuat istirahat nanti mendingan,” papar Jalu jujur.

Galuh sontak menjewer telinga Jalu. Jalu yang masih agak pusing memekik kesakitan. Ia tak tahu kalau Galuh bisa melakukan hal tak terduga. Seperti kekerasan dalam rumah tangga.

“Sakit, Galuh!” rintih Jalu kesakitan.

“Makanya jangan bandel. Pokoknya mulai sekarang, kalau sakit minum obat. Jangan dibiarin. Paham Mas Jalu Akasa?” Galuh menuntut dengan kesal.

Pada akhirnya Jalu mengangguk. Jalu mengelus telinganya yang agak sakit dan terlihat memerah.

“Dibuat istirahat emang perlu. Tapi kalau demamnya kaya tadi gak bisa dibiarin. Minum obat. Ingat, Mas Jalu bukan robot. O, iya, harusnya Mas ke rumahku.” Galuh berkata pelan.

Kali ini wanita itu mengesampingkan kegemasannya karena Jalu grasa-grusu tentang kesehatan. Galuh bukannya tak suka atas kejujuran Jalu. Akan tetapi, ia lebih merasa sebal karena sang suami selalu membiarkan sakit hilang sendiri tanpa obat dan dengan hanya istirahat.

“Kita udah jadi suami istri. Ya meskipun itu kejutan dan aku belum mengatakan jawaban, tapi takdir berkata demikian,” ujar Galuh menyambung kalimatnya.

Jalu menatap wajah Galuh intens. Perkataan tadi sedikit membuat hatinya tersentil. Kesannya, seperti Galuh terpaksa menerima semua. Bukan karena wanita itu juga memiliki rasa yang sama.

Undo (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang