Debar Cinta sang Hamba

1.1K 193 13
                                    

Pagi pukul delapan, Rajendra telah ke gudang beras lama. Daerah sepi itu dituju karena memang pas. Tak lupa, lelaki tersebut membawa kalung yang ia beli diam-diam di Kalimantan sebagai persembahan untuk Galuh.

Dengan menggunakan ojol, Rajendra meninggalkan pelataran hotel. Salma merutuki kebodohan Rajendra jika percaya kisah cinta mereka telah usai tadi malam. Rajendra juga tak curiga kenapa Salma bisa menemukannya di hotel. Sungguh lelaki ceroboh, tetapi Salma tetap mencintainya.

GPS membuat Salma membuntuti lelaki pujaannya dari jauh. Sekitar lima belas menit selepas Rajendra keluar hotel, Salma baru berangkat dan memakai ojek mobil.

Sampai di tujuan, Rajendra masih menunggu kedatangan Galuh. Tak lupa ia menjelaskan lewat pesan, kalau dirinya berada di belakang gudang. Lelaki itu asyik tersenyum dan tak menyadari Salma mengintai dari jauh.

“Assalamualaikum!” Galuh berkata selepas ditunggu agak lama, dengan jarak lumayan jauh.

Rajendra yang duduk di batu besar segera bangkit. Senyumnya mengembang. Mengabaikan salam Galuh, ia memangkas jarak, merentangkan tangan, dan seketika teriakan tegas menggema.

“Diam di tempat, Rajendra!”

Membeku. Rajendra tak pernah mendengar Galuh berteriak penuh ketegasan. Baru kali ini wanita dengan tutur kata lembut membentak sekaligus menampilkan ekspresi dingin.

Pikiran Rajendra bercabang. Ia tak fokus lagi di tujuan awal dan mulai mencerna kenapa Galuhnya berubah begini? Apa Jalu telah meracuni pikirannya? Segala dugaan muncul di kepalanya.

“Aku sudah menikah.” Galuh berkata tanpa berniat menutupi semua.

Melihat wajah Rajendra, Galuh enggan. Namun, pertemuan pagi ini menyimpan harapan agar Rajendra berubah dan memahami semua. Bahkan, jika bisa Galuh akan meminta Rajendra menyerahkan diri ke polisi.

“Kamu menikah, tapi cintamu masih untukku, 'kan?” Rajendra menahan rasa sakit dan berpikir positif.

Galuh tertawa tanpa suara. Ia menggeleng, menunduk, dan kembali menatap wajah jumawa di hadapan. Kepercayaan Rajendra memang setinggi langit.

“Aku tak pernah merindukanmu, Rajendra. Jika kamu bertanya tentang rasa, maka akan kujelaskan sejelas-jelasnya, sudah tak ada rasa. Cintaku hanya untuk Jalu Akasa,” ujar Galuh tersenyum sembari menunjuk cincin di jari manisnya.

Pukulan telak tersebut tak menghentikan kegilaan Rajendra. Lelaki itu hanya tertawa sumbang. Dia masih percaya bahwa Galuh Grahandini ditakdirkan untuk Rajendra seorang.

“Aku enggak lama perginya,” ujar Rajendra berkata. “Aku bahkan melakukan semuanya demi kamu. Setiaku—”

“Omong kosong, Rajendra!” potong Galuh mendengar kata setia.

Ponsel berisikan gambar Rajendra dengan wanita yang diblur, dihadapkan Galuh pada Rajendra. Rajendra menegang di tempat. Galuh hanya tertawa dalam hati melihat ekspresi lelaki yang seperti tertangkap basah melakukan perselingkuhan.

“Selamat, kamu telah kalah dalam permainan ini! Setiamu cuman di mulut. Tak ada bukti. Tak bisa dipegang,” ujar Galuh dengan santai.

Meski diblur, selimut serta ranjang terlihat familier, bisa membuat Rajendra ingat siapa wanita teman tidurnya. Lelaki itu kaku dengan mulut susah berkata. Pembelaannya seperti sia-sia. Walaupun begitu, Rajendra tetap akan mengupayakan segala usaha.

“Oh iya, ini, kebetulan aku membawanya. Surat pemutusan tunangan dan cincin darimu. Kita usai. Jangan lupa, serahkan diri pada polisi, Rajendra. Kamu termasuk bandar narkoba, 'kan?” Galuh berkata dengan berani.

Undo (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang