Pistol Glock 17 teronggok di hadapan. Jalu terpaksa dengan setengah hati kembali ke markas polisi. Sebenarnya ada rasa egois kala melihat keadaan Galuh yang tengah berjuang di ruang operasi, sedangkan Jalu justru pergi meninggalkan karena perintah atasan.
Nirmaya sudah mengetahui semua. Wanita paruh baya itu tak mampu menahan rasa sedih saat sang menantu menjelaskan segala duduk perkara. Jalu hanya bisa berlutut tak berdaya sembari meracaukan kata maaf dan maaf.
“Galuh ditembak seorang wanita yang diduga kuat punya hubungan dengan Rajendra.” Jalu berkata.
“Sepertinya, tembakan tersebut ditujukan pada Jalu, Bu. Tapi ... meleset karena Galuh menghalanginya. Galuh tengah dioperasi, sekarang. Jalu minta maaf atas semua kejadian. Maaf juga karena sekarang ada panggilan dari Jendral Bu.” Jalu menangkupkan tangan ke dada selepas berkali-kali menggumamkan maaf dan mendapati ponselnya berbunyi.
Sang Jendral menyuruh Jalu kembali ke polsek dan mengurus segala surat menyurat. Tak lupa, kejadian penembakan Galuh oleh wanita yang diduga teman Rajendra, juga Jalu laporkan sebagai tindakan pembunuhan berencana.
Nirmaya awalnya tak mengerti kenapa Jalu meminta bertemu di depan ruangan operasi. Penjelasan singkat dan padat yang terdengar melemparkan wanita itu ke dalam rasa kesakitan. Berakhir, Nirmaya tak bisa membalas permintaan maaf Jalu. Ia hanya bisa terdiam sembari menyeka air mata luka.
Anggukan tanpa suara dilakukan Nirmaya. Wanita paruh baya itu bisa membaca ekspresi Jalu yang terlihat keberatan dan tak terima. Namun, konsekuensi menjadi abdi negara membuat Jalu menerima meski agak terpaksa. Begitu juga sang menantu, Nirmaya merasakan sesak kala punggung tegap tersebut beranjak.
Memikirkan nasib Galuh yang tengah berjuang di dalam, sedangkan suaminya tengah mengabdi untuk negeri. Ah, Nirmaya ikut tersayat membayangkan. Namun, ia berusaha menjadi waras di tengah terpaan cobaan.
Nabi Adam dan Siti Hawa juga terpisahkan oleh jarak dan waktu. Akan tetapi, mereka akhirnya bisa bertemu merampas rindu karena doa yang tulus juga semangat dalam kalbu.
Jalu, ibu hanya berpesan kamu fokus pada pengabdian dulu. Namun, jika ada waktu luang, jangan lupa doakan istrimu. Ia membutuhkanmu, dan kamu tak ada. Jadi, hanya ada doa sebagai perantara kalian berdua.
Pesan Nirmaya akhirnya sampai. Jalu yang tak bisa mengontrol diri, akhirnya menemukan ketenangan. Ia mengucapkan terima kasih pada Nirmaya, sebelum akhirnya keluar ruangan dan mengambil berkas baru untuk diisi kejadian perkara.
Dari informasi bawahan, Rajendra sudah sadarkan diri. Operasi pengangkatan peluru di kaki sebelah kanannya memakan waktu dua jam. Selepas prosedur pengobatan, obat bius tak bertahan lama. Rajendra kembali membuka mata bahkan hendak kabur, tetapi bisa ditahan.
Wanita pelaku penembakan Galuh mengalami pendarahan karena keguguran. Jalu bahkan ingin bersyukur mendengar hal itu. Ia senang jika pelakunya mati. Dengan begitu, Jalu tak perlu bersusah-susah membalas dendam dan menyingkirkan benci.
Rasa amarah masih membungkus dadanya. Jalu tak bisa mengingkari keinginannya untuk mereka ulang kejadian. Jika bisa, ia akan menggantikan posisi Galuh yang terlihat menahan kesakitan.
Jalu tak bisa! Ia tak bisa. Apalagi, keterangan dokter tadi kembali berputar dalam kepala.
“Pasien mengeluarkan banyak darah dan operasi pengangkatan peluru harus dilakukan secepatnya.”
Fokus Jalu hanya pada perkataan tadi. Ia tak bisa berpikir jernih dan hanya bisa meminta agar dokter memberikan perawatan yang maksimal.
Usai tiga jam berada di polres, Jalu meminta izin ke Jendral Budiman untuk kembali ke rumah sakit. Pekerjaan Jalu yang sudah selesai pun membuat pimpinan tersebut memberi izin. Tak lupa, doa agar Galuh diberi kesembuhan terlantunkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undo (Completed)
ActionGaluh Grahandini (27 tahun) tak pernah mengira pernikahannya akan batal karena orang masa lalu sekaligus polisi tak tahu diri; Jalu Akasa. Pembatalan pernikahan dengan kenyataan calon suami Galuh, Rajendra Dahana, adalah terduga bandar narkoba, memb...