Tersibak Juga

1.1K 210 11
                                    

Doaku terjawab olehTuhan. Tentang dipersatukan atau dipisahkan, aku hanya bisa menerima. Namun, jawaban tak terduga membuatku bersyukur pada-Nya.
Jalu Akasa.


Jalu mengawasi bawahannya yang tengah mengiringi acara pengajian akbar di Ngambon. Lelaki itu ikut merasakan desiran kala salawat nabi terlantunkan. Apalagi, ingatannya ikut melayang ke kejadian tiga hari lalu. Rasa tak percaya masih menguasai hatinya. Bagaimana tidak? Dia telah memiliki status berbeda dalam satu kedipan mata.

Tiga hari yang lalu, Jalu tengah menikmati istirahat pagi selepas dinas malam. Rasa kantuk masih menggelayut kala dering telepon terdengar nyaring. Pesan Brahma yang memintanya untuk main disanggupi. Jalu tak enak menolak, apalagi memang ada sesuatu yang perlu ditanyakan tentang perasaannya.

Tepat seminggu sebelumnya, Jalu telah mengantongi izin keluarga untuk mencoba meminang gadis pertama kali. Dengan rasa debar dalam panggilan video selama setengah jam tersebut, Jalu menceritakan semua sejarahnya.

"Jalu suka sama dia lama, Bu."

"Kalau suka itu dilamar, to, Le." Jalu menatap Santi atas perkataan sang ayah.

Santi, sang adik, hanya tertawa. Santi pulalah yang menjabarkan kerumitan kisah cinta Jalu sampai sekarang adanya.

"Lah, tapi Ibu pengin punya mantu dokter apa perawat." Ibu Jalu memberengut kesal.

Santi geleng-geleng kepala. "Ibu percaya, deh, Santi udah pernah lihat calon Kak Jalu, dia kayak model. Gak kalah good looking. Apalagi sekarang mulai hijrah ya, Kak?"

Godaan Santi membuat Jalu mengangguk kaku. Akibat video call itu pula, orang tua Jalu memutuskan memberikan restu. Dengan syarat, Jalu sanggup bertanggung jawab.

Kembali ke kediaman Galuh. Jalu duduk kaku karena di ruang tamu, Brahma sedang berbincang dengan dua orang. Agak sungkan, Jalu pun duduk selepas dipersilakan.

"Jadi gimana perkara pesan itu?" Brahma buka suara.

Pesan Jalu yang menanyakan status Galuh mampu Brahma tangkap maksudnya. Sudah lama, Brahma tahu, bahwa Jalu memang mencintai putri semata wayangnya. Namun, selepas aksi heroik Jalu dan keteguhan hati lelaki itu, Brahma semakin yakin atas niatnya. Sebagai ayah ia yakin kalau Jalu pria yang baik tak seperti Rajendra.

"Oh iya, ini Paman Galuh dan sepupunya." Perkataan Brahma membuat Jalu mengangguk.

Rasa takut menjalari. Namun, dengan keyakinan, Jalu bisa membuka suara dan mengungkapkan niat di hati. Ia sanggup menjabarkan keinginan sebagai seorang lelaki yang jatuh cinta dan hendak menghalalkan rasanya.

"Saya serius untuk melamar Galuh, putri Pak Brahma, sebagai istri. Jika diperkenankan."

Tiga orang dalam ruangan mengangguk paham. Brahma tak tahu, ia menuruti kata hati untuk menikahkan putrinya sekarang. Semalam, dirinya bermimpi mati. Memang mimpi adalah bunga tidur. Akan tetapi, ada hikmah di dalamnya.

Brahma merasa mimpi itu teguran agar ia tahu diri. Usia tak lagi muda membuatnya ingin mencari lelaki untuk Galuh Grahandini. Brahma berharap, jika sewaktu-waktu ia meninggal dunia, maka Galuh sudah memiliki tempat bersandar sekaligus tempat bermanja.

"Nikahi Galuh sekarang!" titah Brahma membuat mata Jalu melebar.

"Sekarang?" tanya Jalu tak percaya.

Undo (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang