Penawaran

1.3K 212 14
                                    

“Kamu ngirim pesan ke Galuh?” Salma bersidekap di pintu.

Ia bisa membaca gerak-gerik Rajendra sedari pagi. Seperti tebakannya, sang mantan rindu si calon istri. Beruntung, Salma memergoki kala Rajendra fokus dengan ponsel barunya sedari tadi.

“Bukan urusanmu!” Rajendra berkata agak ketus.

“Kamu gak ada pikiran kalau Galuh dijadiin saksi buat melacak keberadaanmu gitu?”

Hening. Pertanyaan Salma membuat Rajendra mati kutu. Dengan gesit wanita itu langsung membanting ponsel sang mantan. Rajendra terperangah atas tindakan tak terduga di hadapannya.

“Kamu gila!” Rajendra berteriak kesal.

Salma masih sama. Ia bersidekap dan tertawa. Rajendra memang bucin pada mantannya itu? Baiklah!

“Kamu harus waspada. Tidak ada yang bisa kamu percaya. Selain, aku, mungkin.”

“Dia itu mencintaiku, enggak mungkin percaya sama omong kosong polisi!” Rajendra berkata penuh penekanan dan Salma tertawa.

Salma menarik ponselnya dari saku celana. Sejak tekadnya untuk kembali ke Rajendra, sejak itu pula ia mengirim mata-mata untuk menguntit Galuh. Tak lupa, Salma mencari informasi tentang Jalu, polisi yang melacak keberadaan Rajendra.

“Ini?” Sebuah foto disodorkan pada Rajendra.

Foto tentang Galuh dan Jalu yang tengah berhadapan di depan warung makan. Mereka saling bertatapan dan tak lupa, Jalu mencekal telapak tangan itu. Telapak tangan calon istrinya! Rajendra tak sadar mengumpat dengan teriakan.

“Sialan! Bagaimana bisa mereka bertemu?”

Fokus Rajendra untuk sementara hanya itu. Tak ada pemikiran lain tentang Galuh yang berkhianat atau mereka teman lama. Rajendra hanya ingin tahu kenapa bisa dua orang tersebut berinteraksi demikian? Dadanya bergemuruh dengan amarah membara.

“Slow! Jangan marah. Menurut informasi, memang Galuh sama Jalu pernah berad di universitas yang sama.” Salma tersenyum ringan.

Rajendra mulai merasakan kepalanya sakit. Kemarin, ia diberi pilihan untuk tetap melarikan diri atau menyerah pada polisi oleh ketua bandar. Tentu, Rajendra ingin melarikan diri. Namun, Galuh Grahandini adalah alasan ia tetap bertahan di sini.

“Bisa jadi, wanita yang kamu puja bermain api. Atau, bisa juga, mereka cuman teman lama.” Perkataan Salma memancing amarah Rajendra guna membeludak.

Lelaki itu berdiri dengan dua tangan terkepal di samping kanan dan kiri. Salma yang melihat pemandangan tersebut hanya tertawa dalam hati. Ini baru permulaan, tetapi Rajendra seperti mulai terperangkap dalam jebakan ilusi.

“Ya, aku juga enggak tahu sih—”

“Diam! Aku percaya mereka cuman teman. Oke, aku salah karena kurang waspada. Terima kasih untuk informasinya!” Rajendra berkata dengan kewarasan yang meliputi.

Ia ingin percaya seperti janji Galuh ketika mereka mulai menjalin hubungan. Atas landas itu pula, segala hasutan Salma ia enyahkan. Walaupun sulit, Rajendra berusaha berpegang teguh pada pendirian. Galuh tetaplah wanita impiannya guna menjadi pasangan seumur hidup. Jikalau Tuhan menentang, maka Rajendra tetap memaksakan. Lelaki itu memang sangat keras untuk dipatahkan.

Salma tersenyum mengangguk. Dalam hati, ia bisa membaca bahwa Rajendra mulai terpengaruh sedikit. Oleh karena itu, ia akan tetap berusaha guna mengalahkan tegarnya karang dengan gulungan ombak berkali-kali.

“Sama-sama. Lebih baik, jangan pikirkan Galuh dulu. Lebih penting menentukan jalan ke depan.” Salma berujar tenang.

“Kamu bisa percaya dan setia, Rajendra, tetapi ingat, witing tresno jalaran saka kulino.” Salma kembali berujar berusaha menakuti.

Undo (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang