Kekanakan

1K 197 28
                                    

Tua; terkadang tak membuat orang bisa berpikir dewasa.

Rajendra membuka matanya. Ia tak mengira foya-foya akan berakhir demikian dengan Salma. Ia melangkah lebih jauh daripada Galuh yang masih terduga selingkuh? Argh! Sialan.

Menyesali pun percuma. Dengan dada penuh rasa bersalah, Rajendra pergi untuk mandi. Salma yang masih pura-pura terlelap hanya tersenyum pada akhirnya.

Menyerahkan diri beralasan cinta, bukan termasuk kumpul kebo. Itu menurutnya. Kohabitasi, bisa jadi itu adalah istilah yang tepat.

Salma berprinsip bahwa cinta mengorbankan apa-apa, termasuk kehormatan. Toh, ini bukan pertama kalinya ia dijamah lelaki. Selain sang suami, mantan-mantan brengseknya pernah berlaku demikian. Maka, Salma slow-slow saja. Ia tak keberatan dan akan terus menjebak Rajendra untuk tunduk dalam pesonanya.

Dengan gesit, Salma mengirimkan pesan pada sang mata-mata. Kali ini, ia akan mencoba menggoda Galuh Grahandini. Wanita tak semolek dirinya itu harus tahu, permainan gelap calon suami dengan mantan istimewa. Pun, Salma telah merancang kejutan lain dalam kepalanya.

Uang adalah kunci dunia. Maka, Salma bisa dengan mudah menjentikkan jari guna melakukan apa saja. Contohnya; nanti.

Seperti dugaan, Galuh terlambat bangun. Sang ibu mengomel, sedangkan ayahnya berangkat lebih dulu. Hari Senin bertepatan dengan pasaran tradisional yang terbuka membuat angkutan umum sedikit tersendat.

Dengan bau matahari, aspal, dan asap kendaraan, tak lupa make up berantakan, Galuh bisa mengejar waktu. Yuli yang telah duduk manis di kursi kerja dan masih wangi menatap rekan kerjanya dengan melongo.

“Buset, kudunya lo itu wangi. Perawan mana ada bau keti. Abis libur itu waktunya perawatan. Ini malah berantakan amburadul.” Yuli nyerocos tak jelas.

Galuh mengabaikan. Sesegera mungkin, ia mengambil kaca dan memperbaiki dandanannya. Sanggul ala Princess Syahrini pun telah terbentuk apik. Seusai kegiatan make up, Galuh tersenyum lebar.

“Gue gedeg, Yul!” adu Galuh sembari melihat jam di pergelangan tangan.

“Napa?”

Logat lo-gue memang dibawa oleh Yuli karena asli Jakarta. Galuh yang notabene orang Jawa jarang memakai perkataan tersebut. Namun, menjadi partner kerja selama empat tahun, membuat Galuh terseret ke dalam logat Betawi untuk berkomunikasi.

“Pesan gue diread doang ama Jalu Jago.” Jawaban Galuh membuat Yuli ngakak.

“Gue blokir tuh. Gedeg banget. Rajendra aja gak pernah gitu,” ujar Galuh mengerucutkan bibir.

Masih ada waktu lima menit untuk pembicaraan dari hati ke hati ini. Saat bekerja, customer service memang dituntut disiplin. Ya meski kadang Yuli dan Galuh melanggar, tetapi hari Senin ada sidang dadakan. Jadilah, seluruh pegawai di kantor Bojonegoro sepakat untuk disiplin. Mencari muka agar diakreditasi A.

“Lo kekanakan, sih! Masa diread doang pesannya malah diblokir.” Yuli berkomentar.

“Ya terus? Gue kudu gimana? Geregetan, Yul!” Galuh berkata dengan ketus.

Tepat pukul tujuh, Galuh dan Yuli menghentikan pembicaraan. Pimpinan kantor pun memberi kode mata. Para pegawai mengerjakan tanpa canda dan tawa. Seperti itulah hari Senin berlalu. Penuh tekanan dan intimidasi. Menyebalkan!

Undo (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang