“Sa-saya mengakui semua tindakan yang terjadi adalah kesalahan.”
Erina membuka suara di antara hening yang bertahan lama. Kejadian berlalu cepat. Ia seperti tak mengenali dirinya sendiri karena pemikiran sesat.
Awalnya, Erina hanya melihat dari jauh kala Jalu berlarian membawa wanita ke ruang UGD. Dalam percakapan yang terdengar, Galuh, istri Jalu terkena tembakan dan harus segera dioperasi.
Operasi berjalan lancar. Entah mengapa Erina tak senang. Wajah Jalu yang menggambarkan kebahagiaan, tak serta merta membuat gadis itu ikut bersyukur. Erina justru mulai memikirkan cara-cara yang mulai ia realisasikan perlahan.
Galuh memang berada di ruang pemulihan. Oleh karena itu, berkedok ingin melihat keadaan pasien meski ada cctv, Erina memuluskan rencana dengan tipu daya.
Berbekal beberapa botol ketamine¹(¹jenis anestesi untuk operasi pembedahan), Erina ingin melancarkan rencana. Baru satu suntikan, tetapi Jalu sudah datang. Satu suntikan itu pun diketahui tidak melanggar aturan pengobatan. Dengan kesimpulan, Erina gagal melakukan usaha untuk mematikan satu nyawa parasit dalam hidupnya.
“Tapi baru satu suntikan—”
“Kamu tahu apa yang akan terjadi jika saya tidak datang?” Jalu bertanya dengan lantang.
Mereka berada di salah satu ruangan pengurus rumah sakit. Tentu selepas mendengar pernyataan Erina tentang tak melakukan hal apa-apa, Jalu tak ingin langsung percaya. Timbul curiga hingga gadis itu mengakui apa yang sebenarnya terjadi.
“Kak Jalu—”
“Saya bisa menuntut kamu dengan pasal pembunuhan berencana pada Galuh, Erina!” Jalu yang didera emosi langsung berkata demikian.
“Baik! Mohon tenang, Pak Jalu, dan Perawat Erina.” Wakil direktur rumah sakit yang berperan sebagai penengah pun angkat bicara.
Sebuah alat suntik dan keterangan Jalu juga pengakuan Erina sudah menjelaskan semua menjadi bukti kuat. CCTV tak berfungsi karena Erina berencana untuk menghapus jejak. Nahas, apa yang direncanakan tak semulus kenyataan.
“Aku mencintai Kak Jalu! Makanya aku melakukan ini semua!” Erina menyela pembicaraan dan meluapkan segala emosinya.
Meski dia bukan lagi remaja, Erina meluapkan emosi tanpa kontrol diri. Jalu benar-benar melihat ketidakdewasaan dan pikiran picik di wajah lugu yang kini menangis kencang.
“Aku cuman mau memperjuangkan cinta? Apa aku salah?” tanya Erina lagi.
Terlihat wakil direktur rumah sakit hanya memijat pelipis. Kepalanya mendadak pening. Persoalan cinta bukanlah persoalan pertama yang ada di sini. Banyak kasus skandal hingga membuatnya tegas untuk memberhentikan tidak hormat para oknum bersangkutan.
“Baiklah, Erina. Saya juga mau memperjuangkan cinta saya, dengan menembak kamu misal. Lalu, apa hal itu benar?” tanya Jalu merasakan emosinya mulai stabil.
“Semua yang ada di dunia tak bisa selalu seperti apa mau kamu! Kita hanya wayang, punya keinginan, tetapi ada Tuhan sebagai dalang. Meski kamu tadi berhasil membuat Galuh pergi selamanya, misal. Kalau jodoh saya di lauhul mahfuz adalah Galuh Grahandini, ya saya akan tetap sama dia, walaupun hanya ditemani bayangannya dan saya bisa saja menduda sampai mati. Itu adalah contoh takdir. Kamu paham?” Jalu bertanya dengan ketegasan.
Hening. Isak tangis Erina perlahan memudar. Air matanya masih menetes tetapi otaknya seakan ditampar. Wakil dirut pun kembali buka suara.
“Atas kejadian ini seperti peraturan rumah sakit dan atas janji nakes, saya mengambil keputusan menonaktifkan Perawat Erina dengan tidak hormat, dimulai dari hari ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Undo (Completed)
ActionGaluh Grahandini (27 tahun) tak pernah mengira pernikahannya akan batal karena orang masa lalu sekaligus polisi tak tahu diri; Jalu Akasa. Pembatalan pernikahan dengan kenyataan calon suami Galuh, Rajendra Dahana, adalah terduga bandar narkoba, memb...