Kenapa bisa gagal?
Ponsel Salma hampir terbanting ke lantai membaca pesan Rendi. Emosinya memuncak. Jika Rajendra meluapkan kekesalan dengan tinju, maka berbeda dengan Salma. Wanita itu langsung menelpon Rendi dan mentransfer uang agar Galuh celaka beberapa jam yang lalu.
Dering memecah hening. Enggan yang separuh menggerogoti hati Salma abaikan. Pada akhirnya, ia menggeser menu terima. Suara Rendi mengalun penuh penekanan.
“Aku memang butuh uang, Sal. Tapi ngeliat mereka, aku gak tega! Kamu buka hati! Jangan jadi jahat hanya karena cinta. Masih banyak lelaki yang mau sama kamu.” Rendi membentak.
Menjadi masyarakat ekonomi kelas rendah adalah alasan awal Rendi untuk menerima pekerjaan ini. Akan tetapi, ia selalu merasa berdosa jika mencelakai orang yang tak tahu apa-apa. Ia sangat mengerti duduk perkara hingga kebencian yang terpendam di hati Salma.
Tidak bisa dibenarkan sema tindakan, tetapi Rendi kadung menyelam. Lelaki itu merasa muak dengan rasa penuh penyesalan. Ia menganggap Salma sahabat bahkan saudara sendiri. Jika terus-terusan terjebak dalam kejahatan, Rendi tak bisa tinggal diam.
“Alah lo tinggal lakuin aja! Jangan banyak bacot!” Salma balas membentak.
“Aku bisa lakuin, kamu bisa bayar sebanyak-banyaknya, tapi ... ini dosa!” Rendi berkata dengan napas memburu.
Rendi pulang dengan membawa kegagalan. Selama melihat interaksi Jalu dan Galuh, Rendi bisa melihat gerak-gerik mereka dimabuk asmara. Lelaki itu bahkan tahu kalau Jalu juga seperti menyadari keberadaannya.
Rencana Salma memang gila kalau diteruskan. Oleh karena itu, berpegang teguh pada pikiran lurus yang tersisa, Rendi ingin mengakhiri semua. Ia memilih berhenti daripada tiap malam terbayang siksa neraka.
“Tahu apa lo tentang dosa?! Alah perlu bayaran berapa, sih? Gak usah munafik!” tanya Salma dengan jumawa.
“Enggak perlu! Cari orang lain buat nerusin rencana ini. Aku mau tobat sebelum mati!” Sambungan telepon diputuskan sepihak.
Dada Salma dipenuhi amarah. Ia tak tahu kenapa orang-orang memiliki belas kasihan pada Galuh Grahandini? Nyata, ia menjadi sosok baik dan tersakiti di sini. Tak terima, Salma melemparkan botol parfum ke kaca rias. Suara benda pecah belah mengisi keheningan malam Kalimantan.
Galuh dan Jalu sepakat menutupi kejadian di Cepu. Mereka berusaha pulang dengan wajah gembira agar keadaan Nirmaya dan Brahma baik-baik saja. Sakit jantung dan tak ingin membuat khawatir adalah alasan utama di balik dusta yang ada.
Jalu membuka jaket kulitnya. Goresan pisau tadi beruntung tak sedalam yang dia kira. Sementara, Galuh bergegas mencari obat merah dan keperluan yang lain untuk mengobati.
“Dibersihkan dulu, ya,” ujar Galuh sembari menyeka darah di sekitar luka.
“Iya dibersihkan pakai alkohol. Dikasih obat merah, ditutup hansaplast.” Jalu berkata tenang.
“Cuman luka kecil, gapapa.” Mendengar Jalu berkata demikian membuat Galuh mendongak.
“Ya enggak bisa gapapa, Mas!” ketusnya.
Jalu memang tak tahu apa-apa. Galuh takut setengah mati karena kejadian tadi. Demi apa pun, jika bisa diungkap lewat kata, dia rela tersakiti asal Jalu tidak kenapa-kenapa. Kini pemikiran tersebut ada di kepalanya.
“Tapi bener, Dek. Gapapa. Luka ringan ini,” ungkap Jalu.
Mereka saling berpandangan. Jalu agak goyah melihat tatapan Galuh yang tak biasa. Sorotnya seperti memancarkan kekhawatiran.
“Kalau tugas kadang bisa kena tembakan, tusukan, dan pukulan. Aku udah menjajal semua, sih.” Jalu menambahkan.
“Sakit?” tanya Galuh merasa bodoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undo (Completed)
AcciónGaluh Grahandini (27 tahun) tak pernah mengira pernikahannya akan batal karena orang masa lalu sekaligus polisi tak tahu diri; Jalu Akasa. Pembatalan pernikahan dengan kenyataan calon suami Galuh, Rajendra Dahana, adalah terduga bandar narkoba, memb...