Brahma merasakan tak enak badan tiga hari selepas ulang tahun sang menantu. Rasa pahit di lidah membuat lelaki paruh baya itu tak mau makan dengan jumlah banyak. Dua atau tiga sendok nasi adalah jumlah yang mampu ia telan.
Atas hal tersebut, Nirmaya meminta tolong Galuh dan Jalu agar memeriksakan Brahma ke dokter. Nahas, kejadian buruk menimpa. Kala perjalanan menuju Dr. Erlina, Brahma mengalami sesak napas.
Rasa sakit kembali menyerang jantung hingga ke punggung. Brahma memejam, sedangkan di jok belakang Nirmaya panik bukan main. Apalagi, bibir Brahma mulai mencong ke kanan.
Jalu yang tengah mengendarai mobil pun langsung menginjak gas. Ia mempercepat laju kendaraan menuju Rumah Sakit Aisyah Bojonegoro. Tujuh menit menahan kepanikan, akhirnya mereka sekeluarga sampai di UGD.
Galuh baru bisa mengungkapkan kepanikan, karena rasa takut merecoki konsentrasi Jalu kala berkendara menebal. Langsung, Jalu mendekap pundak Galuh kala mereka berada di kursi tunggu.
Nirmaya duduk di samping sang putri dan saling bergenggaman tangan. Lewat itu pula, mereka saling menyalurkan kekuatan dalam keheningan. Meski ada sedih, Galuh dan Nirmaya tak berlarut untuk meratapi segala. Mereka melantunkan doa dalam diam agar Brahma diberi kesembuhan.
Seorang perawat yang akan berlalu lalang membawa peralatan pemeriksaan pasien pagi ini, mendadak menghentikan troli. Erina melebarkan mata karena tak jauh darinya, tepat di depan ruang UGD pemandangan menyakitkan terlihat jelas. Jalu menepuk puncak kepala wanita berjilbab yang bisa dipastikan istrinya.
Kebakaran hati Erina membuat gadis itu nekat lewat di hadapan Jalu. Dengan masker wajah, ia melewati kursi tunggu. Di hadapan sang pujaan, Erina sengaja menjatuhkan name tag-nya.
Seperti dugaan, Jalu sadar dan langsung memanggilnya pelan. Erina kembali. Tak lupa, ia membuka masker dan mengamati istri Jalu dari jarak dekat.
“Mbak.” Jalu memanggil kala nametag seorang perawat jatuh di depannya.
Sesegera mungkin lelaki itu mengambil dan memanggil nama yang bersangkutan. Kala dieja, nama Erina Saraswati, Jalu seperti mengenalnya.
Galuh melihat hal itu hanya sedikit mengernyitkan kening. Bukan apa, ia merasa agak aneh dengan jatuhnya name tag di hadapan sang suami. Apalagi, name tag tersebut penitinya terlihat kokoh.
“Kak Jalu,” ujar Erina lembut dan menampilkan senyum kepalsuan.
Ekspresi terkejut yang tak mulus dapat Galuh tangkap. Wanita itu masih mencekal lengan Jalu kala Erina mengulurkan tangan. Kesan tak sopan langsung Galuh labelkan.
“Oh, Erina. Ini.” Jalu tak membalas uluran tangan untuk salaman.
Langsung saja, lelaki itu mengulurkan name tag ke tangan Erina. Ia merasa tatapan gadis di hadapan berbeda.
“Kak Jalu apa kabar?” Erina bertanya tanpa berniat menyapa Galuh.
Hal itu pula yang membuat Galuh bisa memprediksi gadis di hadapan dalam satu kali tatapan. Wanita itu langsung mengambil alih pertanyaan tadi dengan jawaban sopan.
“Temannya Mas Jalu, ya? Kabar kami baik alhamdulillaaah. Perkenalkan, saya istrinya. Galuh Grahandini.” Galuh mengulurkan tangan lebih dulu.
Erina membeku. Ia terkena mental karena Galuh justru mengulurkan tangan terlebih dahulu.
Di samping, Nirmaya melihat interaksi di hadapan. Sebagai seorang wanita yang telah mengarungi biduk rumah tangga lama, ia tersenyum atas tingkah putrinya. Penciumannya mengatakan kalau perawat di hadapan memiliki rasa kekaguman pada sang mantu.
Dijebak dengan situasi demikian, Erina dengan kaku membalas jabatan di hadapan. Galuh tersenyum manis dan mengetatkan salaman.
“Siapa Mbak namanya?” tanya Galuh berbasa-basi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Undo (Completed)
ActionGaluh Grahandini (27 tahun) tak pernah mengira pernikahannya akan batal karena orang masa lalu sekaligus polisi tak tahu diri; Jalu Akasa. Pembatalan pernikahan dengan kenyataan calon suami Galuh, Rajendra Dahana, adalah terduga bandar narkoba, memb...