Chapter 9

232 28 2
                                    

Assalamualaikum

Hallooo gaesss

Tumben nih up cepet wkwkwk biasanya kita ketemu lagi sebulan sekali ya tapi kali ini engga. Aku mulai produktif lagi kok, doain ya🤝🏻🖤

Jangan lupa stor vote dan komen dulu ye sebelum baca, biar aku semangaaat buat terus up 3 hari sekali. IN SYAA ALLAH

HAHA

Sudahi.

Selamat Membaca💐

****

Walaupun pelita itu telah padam, tapi cahayanya tetap menerangi hati siapapun yang menyayanginya.

-Hasan Irsyadi Nafathar-

****

"BIBI Cahya!!!" teriak anak itu sesampainya di rumah. Ia melempar tasnya ke sembarang arah. Inggit yang ada di belakangnya mengambil tas itu.

Tak banyak berbicara, ia hanya mengikuti anak itu.

"Bibi Cahya ke rumah Nenek Nawra dulu, sayang."

"Mau apa? Di rumah nenek udah ada pembantunya. Kenapa bibi Cahya kesana?"

"Mama gak tau, mungkin ada keperluan."

Husein bergeming. Ia langsung menaiki tangga untuk menemui kucing Pionya. Ketika melewati satu kamar, ia langsung teringat dengan satu orang. Husein tidak pernah membuka kamar itu, dia enggan meskipun Hasan sering mengajak dia untuk masuk.

"Pio!" panggilnya, setelah memasuki kamar. "Pio!"

Husein mencari ke setiap sudut kamar, tapi Pio tak ada. Berjongkok untuk melihat kebawah ranjang, tapi tidak ada juga. Ia mencari ke kamar mandi, tapi tidak ada juga. Husein mulai panik. Ia langsung keluar dan berlari menuruni tangga.

"Kemana Pioku kemana dia?" paniknya bertanya pada Inggit.

Dia yang tengah duduk santai itupun tersentak dengan kedatangan Husein yang tiba-tiba.

"Kan kemarin Husein nginep di rumah nenek Nawra. Otomatis Pio ada disana."

Meskipun napasnya sedikit tersengal, namun ia lega, dan baru ingat jika Husein memang baru pulang lagi ke rumah.

"Kalau gitu, kenapa kamu bawa aku pulang ke rumah?!" pekik Husein sangat kesal pada Inggit.

"Nanti Bibi Cahya ambilin kucing Pio yah." bujuk Inggit yang terus sabar menghadapi Husein.

"Aku mau ke rumah Nenek sekarang!"

"Baik, ayok."

Ketika Inggit sudah berdiri, Husein mundur. "Aku mau sama Pak Sopir. Gak mau sama kamu."

"Iya, mama antar sampai depan ya." jawabnya lembut.

Husein hanya diam, mengambil tasnya lagi dan memakainya. Ia berjalan paling depan menuju garasi di ikuti oleh Inggit.

"Pak, antar Husein ke rumah neneknya, ya."

"Oh, iya baik Bu."

Inggit tersenyum dan mengangguk. Setelah Husein masuk dan mobil keluar dari garasi, Inggit melambaikan tangannya. Mungkin Husein tidak peduli akan itu.

Inggit kembali memasuki rumah. Ia masih berpikir keras tentang Asma. Siapa gadis itu sebenarnya? Jika Asma itu Nana, lalu siapa orang yang di makamkan di samping makam Lisa? Inggit menggeleng. Ia harus membicarakannya dengan Eshan. Papanya Husein pasti bisa mencari tahu semuanya.

HUSEIN (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang