▪︎ O14 - Rindu yang tak memiliki ujung

292 34 3
                                    

"Bundaa!!! Aku pulang!!" Jisnu terlihat sangat bersemangat, hari ini kelewat lelah. Banyak hal yang ia lewati, tapi sebisa mungkin ia sembunyikan rasa lelahnya itu, Jisnu selalu berpikir. Rasa lelahnya tidak ada apa-apa nya dengan rasa lelah sang Bunda.

Bunda pasti lebih penat dari dirinya, menjadi tulang punggung sekaligus berperan menjadi sosok ibu secara bersamaan.

Menjadi single mom memang seberat itu. Terlebih dengan keadaan ekonomi yang seperti ini, membuat Bunda dituntut berperan ganda sekaligus. Menjadi sosok Ayah serta Ibu secara bersamaan.

"Anak Bunda sudah pulang ya, sini sayang. Bunda masak sesuatu buat kamu!" panggil Bunda dari arah dapur

dengan segera Jisnu berlari, menuju tempat sang Bunda memanggil. Jisnu tak sabar ingin melihat, makanan apa yang Bundanya masak hari ini.

"Ayaamm?? Bunda masak ayam??" Sorot mata anak itu terlihat begitu berbinar, saat melihat beberapa potong ayam goreng. Itu terlihat lezat saat di pandang apalagi jika di lahap dengan nasi hangat, mungkin lebih nikmat lagi dari ekspektasinya.

Sesenang itu Jisnu melihat Ayam goreng di atas meja. Dirinya bahkan hampir tidak pernah memakan ayam goreng seperti ini. mungkin ini yang kedua kalinya? Jisnu lupa.

"Iya, Bunda masak ayam hari ini, buat anak kesayangan Bunda"

"AKHIRNYA AKU MAKAN AYAM LAGI, YEAYYY!! Eh iya, Bunda dapet dari mana ayam ini"

"yang jelas Bunda gak nyolong" ujarnya sambil menyendoki nasi ke atas piring

"ihhh Bunda, serius dulu"

"maaf sayang, tadi bunda di kasi sama atasan Bunda" kata Bunda sambil terkekeh

"Atasan Bunda baiiikkk bangett. Pantes bunda betah kerja di sana" Jisnu menerima piring yang berisi nasi hangat itu dari tangan Bunda, Bunda tersenyum hangat melihat reaksi anaknya yang terlihat begitu menggemaskan. Dimatanya, Jisnu tidak terlihat seperti anak SMA. Jisnu lebih terlihat seperti anak SD.

"eh iya, kamu tumben banget pulang sore gak ngabarin Bunda?" tanyanya saat sadar sang anak pulang lebih lama dari biasanya.

"Aku main dulu ke rumah Ratan sama temen-temen. Kasian bun, dia lagi berduka"

"yang kamu ceritain waktu itu?" Jisnu mengangguk sambil mengunyah ayamnya dengan lahap

"turut berduka cita Bunda dengernya, semoga temen kamu cepet membaik" ujarnya, dan lagi-lagi Jisnu hanya mengangguk, mulutnya masih penuh untuk menjawab perkataan sang Bunda.

sejenak keduanya terlihat fokus menyantap makanannya, tak ada yang berbicara. Sampai beberpa menit kemudian, suara Jisnu memecah keheningan.

"Bunda, tadi waktu pulang sekolah, aku lihat temen aku, dia di jemput ayahnya, terus dia di peluk, ayahnya bilang, jagoannya ayah sudah pulang sekolah. Sambil di peluk"

Bunda terdiam saat mendengar kalimat itu, ia tahu betul maksud anaknya apa, Jisnu rindu sosok ayahnya, Bunda di buat bungkam, tak berniat untuk menjawab, dirinya memilih untuk terus mendengar.

"Bunda.." panggilan lembut itu, berhasil membuat Bunda menatap anaknya secara spontan, netra keduanya bertemu, sorot mata Jisnu yang sayu dan sorot mata Bunda yang berkaca-kaca.

"iyah sayang?"

"aku, kangen ayah.. kangen di peluk ayah kaya gini" tangan Jisnu bergerak memeluk tubuhnya sendiri, matanya terpejam, seolah-olah ia benar sedang di peluk oleh Ayahnya. "kaya gini Bunda.. kaya gini.."

Ada rasa sakit yang datang secara tiba-tiba di ulu hati Bunda, sakit bukan main. Anaknya merindukan sosok sang ayah, selama belasan tahun Jisnu tumbuh tanpa peran Ayah di hidupnya, bulir bening mengalir di kedua pipi Bunda, menyaksikan sang anak yang sedang memeluk dirinya sendiri.

7 HARI 7 MIMPI  (On going/slow update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang