01

1K 143 4
                                    

Mark berguling di kasur, begitu tubuhnya dihempaskan ke kasur. Carmel mengantar pria itu ke apartemennya. Meskipun kondisi mabuk berat, pria itu masih bisa menekan pin apartemennya.

Setelah berguling-guling, ia duduk, melihat Carmel yang masih berdiri di samping kasurnya, untuk merenggangkan otot bahunya. Iya, bahunya dan tangannya sakit setelah membopong Mark.

"Dia berselingkuh, dan ini bukan yang pertamakali. Itu yang terjadi." Gumam Mark, sebelum bersujud, dan menjambak rambutnya.

"Dan kau masih mempertahankannya?" Tanya Carmel.

"Itu alasan aku tidak mau membagi tahu pada siapapun. Reaksinya pasti akan seperti itu," jawab Mark.

"Tentu saja reaksinya akan seperti itu Kakak Mark yang bodoh," gumam Carmel, "kau cinta buta atau bagaimana?"

Orang teler, tidak akan bisa diajak bicara serius. Mark berbaring telentang, kemudian menyamping, dan memejamkan mata. Carmel pikir, ia akhirnya tertidur. Namun tak berselang lama, suara berat dan seraknya terdengar.

"Bukan soal perusahaan..." gumam Mark.

"Apa?" Tanya Carmel tidak mengerti.

"Perjodohan kita, bukan soal perusahaan." Sahut Mark. Matanya setengah terbuka, dan menunjukkan kesedihan.

Carmel terdiam, dengan sekujur tubuh menegang. Sepertinya ia tahu.

"Lalu apa?"

"Kau mungkin sudah tahu hubungan ayahmu dan ibuku. Itu sebabnya ayahku sangat ingin menjodohkan kita, agar hubungan mereka tidak semakin jauh. Ayahku dan ibumu, sama-sama ingin menjaga keluarga masing-masing agar tetap harmonis, tanpa merusak pertemanan keluarga kita. Keluargaku, dan keluargamu, sudah banyak berkorban satu sama lain. Ini juga menyangkut harga diri perusahaan keluargaku." Papar Mark.

Benarkan tebakan Carmel. Bibirnya langsung melengkung ke bawah, dengan kedua tangan mengepal. Gadis itu duduk di pinggir ranjang. Air matanya tiba-tiba mendesak untuk keluar begitu saja. Dadanya terasa sesak dan sakit sekali.

Mark bangkit duduk. Melihat kepala Carmel yang menunduk, ia tahu gadis itu sedang menangis.

"Kalau saja aku bukan anak tunggal, memiliki kakak atau adik laki-laki..." gumam Mark.

"Caramel..." panggil Mark setengah berbisik.

Ia bergeser mendekati Carmel, kemudian meletakkan kepalanya di atas punggung gadis itu.

"Caramel..."

"Berhenti memanggilku Caramel!"

Mark tersenyum simpul mendengar Carmel membentaknya. Tetapi senyumnya langsung menghilang, tatkala Carmel tiba-tiba berdiri, hingga membuatnya tersungkur ke depan, menubruk kaki Carmel. Carmel terjatuh ke lantai, sementara kepala Mark menghantam lantai.

Carmel buru-buru mendekati Mark yang meringis kesakitan dengan panik.

"Ahh, dasar kau ini..." gumam Carmel, sembari mendudukkan Mark di kasur.

Mark tidak bisa mengatakan apapun, karena kepalanya sangat sakit. Carmel pun mengusap-usap bagian kepala Mark yang menghantam lantai.

"Masih sakit?" Tanya Carmel.

Mark tidak menjawab, matanya berkedip-kedip, dan tak lama kemudian ada air mengalir dari matanya.

"Astagaa, maaf-maaf aku yang salah. Harusnya aku tidak main berdiri," Carmel refleks memeluk kepala Mark, seperti memeluk adik kecilnya yang menangis karena terluka.

Mark menangis tanpa suara. Selain karena dibawah pengaruh alkohol, benturan tadi sakitnya bukan main.

Kepala Mark akhirnya dikompres dengan es batu. Dalam posisi duduk, ia tertidur, dan Carmel tetap di sisinya. Memastikan posisi kompresan Mark tetap di tempatnya, tidak bergeser sedikitpun.

Caramel | Mark Lee ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang