30

558 76 5
                                    

Mark tidak pernah menyukai karamel, meskipun ia sudah mencoba membiasakan lidahnya. Apa karena karamel yang ditemuinya selalu pahit dan tidak enak?

Seumur hidupnya, boro-boro membuat karamel. Memasak telur saja ia gagal. Apa lagi membuat karamel yang lebih susah? Tampaknya sederhana, tapi membuat karamel sebenarnya mengerikan. Karamel mudah gosong, sangat lengket, kalau gagal benar-benar tidak bisa dinikmati. Tidak bisa juga diakali, agar tidak terbuang.

Pernikahannya dengan Carmel, adalah definisi dari karamel. Karamel yang gagal.

"Carmel?" Mark mengedipkan matanya. Seluruh barang-barang Carmel, beserta pemiliknya, hilang dalam sekejap malam.

•••

"Carmel tidak pernah punya teman akrab. Dia mengenal banyak orang, tapi dia tidak punya sahabat. Dia... benar-benar definisi manusia 'sendirian', kau tidak tahu? Jadi... kalau orangtua dan adik-adiknya saja tidak tahu dia ada di mana, apa lagi orang lain?"

Setelah susah payah mencari kontak Zena untuk menanyai keberadaan Carmel, jawaban itulah yang ia dapatkan.

Jeno menemui Mark di kantornya. Untuknya yang baru mengenal Carmel kurang dari tiga tahun, ia juga tidak pernah tahu, kemana tempat yang suka Carmel kunjungi, selain apartemennya dulu, dan rumah orangtuanya.

Kontaknya tidak bisa dihubungi oleh siapapun, yang membuatnya dan Mark semakin panik. Carmel terakhir hanya menghubungi orang kepercayaannya selain Jeno di perusahaan, untuk memegang seluruh pekerjaannya hari ini.

"Apa yang terjadi dengan kalian? Masalah diantara kalian belum selesai?" Tanya Jeno.

"Kami akan bercerai."

Jawaban Mark, sukses membuat Jeno melotot.

"Bercerai? Hei, bodoh, apa kau berpikir sebelum memutuskan itu? Jadi kau mencarinya sekarang untuk mengurus perceraian?"

"Tidak,"

"Lalu apa? Kau tahu betapa sulitnya aku mengajaknya menikah, sampai akhirnya aku dengan bodohnya membiarkan dia menikah dengan brengsek sepertimu! Kau tahu? Seberapa besar aku mencintainya! Kau sangat beruntung bisa menjadi suaminya, tapi kau menyia-nyiakannya begitu saja. Karena kejadian kemarin, huh? Aku yakin Carmel sudah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi!"

"Apa kau merasa senang menjadi tidak berguna untuk orang yang kau cintai?"

Pertanyaan Mark, seketika membuat Jeno terdiam. Mark berjalan mendekati Jeno, dengan raut wajah berantakan.

"Aku tahu Carmel bisa segalanya sendiri, aku tahu! Tapi dia sudah memiliki aku, apa lagi di situasi genting seperti kemarin! Baiklah, dia tidak ingin aku salah paham atas kegugurannya. Tapi kalau dia jujur dari awal, aku akan percaya, karena selama ini aku mempercayai dia! Dan kau pasti tahu apa yang paling membuatku terluka, dia menjadikan orang lain sebagai walinya. Meskipun ada alasannya, bukankah wajar kalau aku terluka? Kau juga pria, kau pasti bisa memahami perasaanku," tutur Mark.

"Aku paham, itu sebabnya aku mengundurkan diri, dan bilang padanya agar kami menjaga jarak. Tapi aku tidak akan langsung mengambil tindakan apapun. Apa lagi Carmel baru saja kesakitan. Aku yakin, bahkan sampai hari ini, tubuhnya masih sakit, ditambah mentalnya harus terguncang karena kau yang tiba-tiba ingin cerai. Padahal mentalnya pasca keguguran pun, belum tentu baik-baik saja," Jeno menjeda sejenak perkataannya untuk menghela napas. "Dan aku yakin, kau pasti menyeret-nyeret Wren."

Mark tidak menjawab, matanya menatap kosong ke arah lain.

"Sekarang ayo kita cari dia." Ucap Jeno.

•••

Caramel | Mark Lee ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang