18

580 86 7
                                    

"Setelah kau dan Carmel menikah, Ibu sudah tidak ada hubungan lagi dengan ayahnya."

"Bukan itu poin dari pertanyaanku," dengus Mark. "Ibu tahu? Ayah Carmel masih selalu minta maaf karena itu, tapi Carmel masih sakit hati. Padahal ia sangat ingin memaafkan ayahnya,"

"Kalau Ibu tidak merasa salah. Ibu cukup diam saja, dan tolong jangan ikut campur urusan rumah tanggaku dan Carmel. Kali ini memang aku yang salah."

•••

Mark mengajak Carmel bertemu di kafe untuk bicara, sebelum pulang ke rumah. Bisa saja mereka bicara di rumah, tapi Mark ingin pembicaraan mereka fokus, tidak bertele-tele, tidak panas, yang penting tidak menjurus ke yang lain-lain setelahnya.

Mobil keduanya parkir bersebelahan, dan mereka juga turun secara bersamaan.

Mark menghampiri Carmel, dan mengajaknya bergandengan tangan, tapi Carmel menolak.

"Banyak anak sekolah dan mahasiswa di sini. Kenapa kau tidak mengajakku sekalian ke tempat khusus anak-anak? Kenapa memilih kafe anak muda begini? Kan ada kafe yang lebih formal," omel Carmel.

"Agar kita tidak terlalu tegang." Ucap Mark.

"Mark, kau pikir aku mau membesar-besarkan masalah? Tidak sama sekali."

Mata Mark berkedip. Yah, dugaannya sepertinya salah. Ia pikir, Carmel akan sangat marah padanya, apa lagi ditambah provokasi ibunya.

"Tapi kita sudah terlanjur sampai di sini, jadi ayo kita bicara di dalam." Kata Mark, dan tetap mengambil tangan Carmel untuk ia genggam.

Carmel tidak bisa menarik tangannya, karena genggaman tangan Mark yang kuat.

•••

"Seperti yang sudah aku katakan, aku tidak ingin memperbesar masalah. Benar kata ibumu, itu uangmu, jadi terserah mau kau pakai untuk apa, selama nafkah tetap diberikan dengan semestinya. Tapi tetap saja, karena kau sudah menikah, seharusnya ada diskusi dulu denganku, selaku pasanganmu. Apa lagi, kau memberikan untuk mantan pacarmu. Diskusinya akan lebih rumit. Bukannya aku melarang, reputasimu sendiri bisa hancur nantinya. Ingat, Wren tidak sendiri sekarang, ada Luna. Aku tidak mau dia berpikir macam-macam tentangmu," celoteh Carmel panjang lebar.

Mark mengangguk-angguk. "Aku mengerti Carmel, aku minta maaf."

Carmel menghela napas, kemudian menyedot kopinya.

"Dan aku cukup terluka, jujur saja." Gumam Carmel, yang membuat Mark seketika menatapnya.

"Aku terluka dengan sikapmu, yang... begitu hangat pada Wren. Padahal... tidak salah, Wren sendirian dan sedang hamil. Tapi setidaknya... bisakah kau menjaga perasaanku? Apa lagi kata-kata ibumu juga, sangat menyakitkan," tutur Carmel, sembari melihat keluar jendela.

Mark tidak bisa merespon, ia terlalu merasa bersalah sekarang, sehingga kehabisan kata-kata.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi, apa yang Wren katakan padamu. Padahal sebelumnya kau sangat marah padanya. Aku juga tahu kau meminta Wren memberitahu hasil pemeriksaan dokter padamu, Luna merasa ada yang salah, jadi dia memberitahu secara pribadi padaku. Apa akhirnya Wren memberitahumu?" Carmel melihat Mark sekilas.

Mark menggeleng. "Dia menjaga perasaanmu."

"Aku tahu keputusanku untuk tidak memiliki anak akan sulit, kalau pasanganku sebenarnya tidak punya prinsip yang sama. Tapi aku lebih baik kehilangan pasanganku, dibanding kehilangan diriku sendiri," kata Carmel.

Caramel | Mark Lee ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang