35

534 76 4
                                    

Mark menatap langit-langit kamar, dengan memainkan jari-jarinya yang diletakkan di atas perut. Ia lalu menoleh ke samping, Carmel tidur dengan posisi membelakanginya.

Mark ingin memeluk pinggang Carmel, namun Carmel langsung menangkap tangannya, dan menjauhkannya. Mark akhirnya meringkuk dan meletakkan keningnya di punggung Carmel.

Merasa kasihan, Carmel akhirnya menoleh sedikit ke belakang, mengambil sebelah tangan Mark, kemudian menggenggamnya.

•••

Aroma sedap makanan dari dapur, membawa kaki Carmel dari kamar mandi langsung ke sana. Ia melihat Mark sedang menyajikan makanan di atas piring dan mangkuk.

Melihat kehadiran Carmel, Mark tersenyum untuk menyapanya.

"Tenang, ini beli kok, bukan masak." Ucap Mark.

"Iya, aku melihat bungkusnya," respon Carmel sembari menunjuk kantung plastik, dan wadah styrofoam, yang ada di samping cucian piring.

Mark nyengir, dan langsung membereskannya untuk dibuang.

Suasana diantara mereka sangat canggung dan tidak enak. Mark berusaha bersikap hangat, tetapi Carmel menanggapinya dengan dingin.

"Hari ini kau ke kantor?" Tanya Mark, yang sedang menuangkan kopi ke dalam cangkirnya dan cangkir Carmel, sementara Carmel sudah duduk di meja makan.

"Aku rasa tidak, perut dan panggulku kram dan nyeri." Jawab Carmel.

Mark menatap Carmel khawatir. "Kenapa? Apa masih efek dari keguguran atau kuret? Ayo kita ke rumah sakit,"

Carmel mengangguk. "Setelah sarapan?"

"Iya,"

"Tapi bagaimana dengan pekerjaanmu? Aku tahu kau sedang banyak kerjaan,"

"Tidak apa-apa ditinggal sebentar. Aku... aku tidak mau mengulangi kejadian yang sama."

Carmel tersenyum simpul. Ia lalu meraih sendok, dan mulai menyantap sarapannya. Namun Mark tidak tenang, meskipun Carmel bersikap tenang. Ia bisa melihat wajah Carmel pucat, dan keluar bulir-bulir keringat dari keningnya.

Mark duduk di samping Carmel, melahap sarapannya dengan cepat, bahkan membiarkan kopi panas menyentuh lidahnya.

Carmel menatapnya heran.

"Kenapa buru-buru? Santai saja," kata Carmel.

Mark menatap Carmel serius, ia lalu mengulurkan sebelah tangannya untuk menyeka keringat pada kening gadis itu.

"Aku tahu kau kuat menahan sakit, tapi jangan disepelekan." Ujar Mark.

Carmel hendak membuka mulut untuk menjawab, namun rasa nyeri di perutnya tiba-tiba jadi lebih sakit dari sebelumnya. Ia menggembungkan pipinya, sembari mencengkeram perutnya.

Mark berdiri, menggendong Carmel dan dibawanya ke ruang tamu. Ia lalu pergi ke kamar, untuk mengambil jaket dan tas berisi ponsel serta dompet.

Mark memakaikan Carmel jaket, sebelum menggendongnya lagi, keluar apartemen.

"Jangan panik Mark, kondisiku tidak seserius itu..." gumam Carmel, melihat raut wajah tegang Mark.

Caramel | Mark Lee ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang