08

629 102 6
                                    

Jeno tidak bisa bicara dengan Carmel. Sekalipun ia ingin, tapi rasanya sesak. Membuat Carmel jadi berasumsi, Jeno marah padanya. Sudah berhari-hari, sejak ia mengabari tidak bisa lagi menolak perjodohan, pria itu jadi tidak bicara dengannya, sama sekali.

Saat berpapasan, Jeno hanya akan tersenyum tipis, lalu melengos pergi.

Mark melirik Carmel yang melamun di depan deretan gaun pernikahan. Ia menghampiri gadis itu, kemudian menepuk bahunya.

"Kau yakin tidak ingin custom saja? Sepertinya tidak ada gaun yang kau minati," ujar Mark.

"Aku ingin pernikahan yang sederhana, jadi aku mau gaun yang biasa-biasa saja. Di sini terlalu mewah," balas Carmel dengan setengah berbisik.

"Kita tidak bisa mengadakan pesta pernikahan yang biasa-biasa saja. Kita punya banyak kenalan dan karyawan, yang pasti berekspektasi pesta pernikahan yang besar-besaran."

"Kita bisa mengadakan pesta setelah janji suci. Pestanya cukup makan-makan."

"Ibuku mungkin akan mengomel lagi,"

"Ini pernikahan kita, bukan pernikahan ibu."

Mark terdiam. Katanya, menjelang pernikahan, memang ada saja selisih pendapat. Apa lagi untuk mereka, yang bahkan dari sebelum memutuskan untuk menikah, sudah banyak cekcoknya.

•••

"Kau suka perhiasan? Kau banyak memakai anting." Tanya Mark, saat mereka melewati toko perhiasan di mall. Setelah dari butik, mereka meluncur ke mall, untuk jalan-jalan.

"Aku hanya suka anting, dan antingku sudah banyak." Jawab Carmel, sembari tersenyum simpul.

"Aku ingin memberimu hadiah pernikahan, jadi... kau bisa belanja apapun yang kau mau, aku yang akan bayar," kata Mark.

"Aku mau beli sepatu."

Mark menggenggam tangan Carmel, mengajaknya ke toko sepatu.

"Berapa ukuran sepatumu?" Tanya Carmel.

"Kenapa?" Respon Mark.

Carmel tidak menjawab, ia tiba-tiba berjongkok di depan Mark, yang membuat pria itu terkejut, dan sontak mundur.

"Kau masih muda, tapi penampilanmu tua dan sedikit norak," Carmel menunjuk sepatu Mark. "Aku kerja di bidang fashion, ingat? Jadi izinkan aku sedikit permak penampilanmu."

Meskipun kata-kata Carmel menusuk, Mark akhirnya setuju saja. Lagipula, mulut gadis itu memang seperti itu. Ia tidak bermaksud buruk, apa lagi jahat.

Carmel membeli dua pasang sepatu untuk dirinya sendiri, yang dibayar oleh Mark, dan dua pasang sepatu untuk Mark, yang dibayar oleh Carmel.

Mark bingung dan ingin protes, tapi tidak jadi saat Carmel bilang.

"Hadiah pernikahan dariku." Ucap Carmel.

Mark menghela napas. Memang sulit untuk mengerti jalan pikir Carmel.

•••

Setelah dari toko sepatu, Carmel membawa Mark ke store brand luxury fashion, untuk membeli tas, dasi, rok span dan kemeja. Mark yakin, sama seperti di toko sepatu, ia juga membelikan untuk dirinya.

Caramel | Mark Lee ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang