33

510 87 10
                                    

"Aku bukan marah karena dia tidak menyukaiku lagi sekarang. Aku memang tidak seharusnya marah, karena dia sudah bersuami sekarang. Tapi kami sangat dekat dulu, dan aku percaya diri dia juga memiliki perasaan padaku, hanya memang belum siap berkomitmen saja. Kenyataannya? Dia tidak pernah benar-benar menyukaiku, lebih dari teman!"

Iliana menepuk bahu Jeno, ia tidak tahu harus berkata apa, dan Jeno pun tidak perlu diberi saran atau dihibur dengan kata-kata. Ia hanya perlu didengarkan saat ini.

Jeno mengusap kasar wajahnya, dan memilih berbaring di sofa. Iliana otomatis menghindar, saat kepala Jeno hampir jatuh ke pahanya.

Pintu villa tak lama kemudian terdengar terbuka. Iliana menoleh ke arah pintu, dan melihat Carmel sedang berjalan masuk.

"Kalian belum istirahat?" Tanya Carmel.

"Belum, kita kan belum makan malam." Jawab Iliana sembari tersenyum.

"Oh iya," gumamnya, kemudian ia berjalan ke dapur terlebih dahulu, untuk mencuci gelas bekas kopinya.

•••

"Aku ingin tahu pendapatmu," celetuk Mark, pada Carmel kelas dua SMP, yang sedang membuka lembar buku komik Chicken Soup for the Soul.

"Apa itu?" Carmel menurunkan buku yang sebelumnya menutupi wajahnya.

"Kau lebih takut dengan penolakan, atau penyesalan?" Carmel mengernyit mendengar pertanyaan Mark.

"Apa maksudnya itu? Aku tidak mengerti,"

"Ada yang mengatakan padaku, kalau kita lebih takut dengan penolakan, kita akan cenderung menghindar. Tapi kalau kita lebih takut dengan penyesalan, kau akan lebih berani menghadapi hidup."

Carmel mencoba mencerna kata-kata Mark yang menurutnya cukup berat.

"Aku sudah mencoba mencernanya, tapi aku tetap tidak mengerti." Gumam Carmel.

"Tidak ada penolakan yang lebih sakit dari penyesalan..." Mark mengulangi apa yang ia dengar dari seseorang itu.

Carmel menggaruk pipinya, masih menatap Mark dengan tatapan tidak mengerti.

"Yang aku tangkap, kalau tidak takut dengan penolakan, kau akan berani mencoba, dari pada menyesal belum pernah mencoba. Begitu maksudnya? Kalau menyesal, dan momen mencoba itu sudah lewat, rasa menyesal itu sulit teratasi." Ujar Carmel.

Mark seketika bertepuk tangan. Ia lalu mengacak rambut Carmel yang duduk persis di depannya.

"Kau memang jenius!" Seru Mark. "Akhirnya aku mengerti maksudnya."

"Tapi memang benar begitu maksudnya? Bisa saja maksud orang yang mengatakan itu lain."

"Tidak, benar kok. Karena jawabanmu logis,"

"Siapa seseorang yang kau maksud?"

Mark tersenyum, dengan mata menatap binar gitarnya.

"Hari ini ada seorang penulis datang ke sekolahku, dan memberi banyak kata-kata indah, serta motivasi. Salah satunya itu. Saat mendengar tentang yang itu, entah kenapa aku terus memikirkannya,"

"Lalu apa yang paling kau takutkan? Penolakan, atau penyesalan?" Tanya Carmel.

"Penolakan, aku sangat takut dengan penolakan." Jawab Mark cepat, tanpa perlu berpikir.

Caramel | Mark Lee ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang