25

532 87 1
                                    

Mark meletakkan tasnya di atas sofa, kemudian melepas jas serta dasinya, sebelum menghempaskan tubuhnya di atas sofa.

Carmel menutup pintu rumah. Ia melihat raut wajah pria itu yang masih gusar, sejak dari kafe tadi. Meskipun ia banyak tertawa karena tingkah Jeno dan Iliana, terkadang ia akan diam dan melamun.

Carmel menghela napas. Ia meletakkan tasnya di atas meja, membuka kancing teratas kemejanya, kemudian mengurai rambutnya yang sebelumnya digulung, membuat Mark melirik padanya.

Carmel mendekati Mark, kemudian duduk di atas pangkuan pria itu, membuatnya terkesiap.

"Bisakah kau hanya fokus padaku malam ini? Dan seterusnya," ujar Carmel, sembari menempelkan keningnya pada Mark.

Mark menggigit bibir bawahnya, kemudian mengangguk. Ia hampir meraih bibir gadis itu, namun Carmel menahannya, dengan meletakkan jari telunjuknya di atas bibir Mark, dan sedikit mendorong kepalanya.

"Jangan main-main..." keluh Mark.

"Kau juga jangan main-main. Siapa yang harus kau khawatirkan dan jaga saat ini? Kau punya tanggung jawab, jadi jangan memikirkan orang lain."

"Aku tidak memikirkan orang lain, siapa yang aku pikirkan?"

"Kau tidak ingat? Kau sendiri yang bilang, kita sudah terikat secara mental, emosional dan fisik. Aku tahu, kau mengkhawatirkan dan memikirkannya."

Mark menggelengkan kepalanya. "Itu tidak normal?"

Carmel membalas dengan gelengan juga. "Itu tidak normal, dan aku tidak suka. Aku tidak suka Mark Lee."

Mark meraih sebelah tangan Carmel yang berada di rahangnya, kemudian menciumnya, tanpa mengatakan apapun.

Menggunakan satu tangannya, Carmel membuka satu-persatu kancing kemeja Mark, membuat pria itu menatapnya.

Carmel menyatukan bibir keduanya, dan Mark sontak memeluk erat tubuh Carmel, sebelum ia baringkan di atas sofa, dengan sedikit kasar, membuat Carmel terkejut.

Ia mendorong bahu Mark, untuk melepas tautan bibir mereka. Setelah terlepas, Carmel menatap Mark dengan mata melotot.

"Ada apa?" Tanya Mark.

"Aku tiba-tiba merasa khawatir," gumam Carmel.

Mark langsung menangkap sinyal kekhawatiran Carmel, lalu ia pun melontarkan pertanyaan, yang malah membuat Carmel lebih panik.

"Bisakah kita tidak melakukannya secara monoton seperti biasanya?"

"Ma-maksudmu apa?" Respon Carmel gugup.

Carmel langsung ingin kabur, tetapi Mark berhasil menahan tubuhnya agar tetap di posisi yang sama.

"Kan kau yang mulai. Jangan khawatir, aku tidak akan menyakitimu." Ucap Mark, disertai senyuman manis, yang membuat Carmel menelan ludahnya.

•••

Hari ini Mark ikut dengan Carmel menjadi sukarelawan di panti asuhan. Kegiatan yang biasa Carmel lakukan dengan beberapa karyawan empat bulan sekali, ke panti asuhan yang berbeda.

Mark berkacak pinggang, melihat dirinya yang berbalut dengan sweatshirt warna kuning, bergambar maskot permen, desain adik Carmel yang berkuliah di jurusan DKV.

"Rambutku menurutmu bagus diturunkan? Atau dinaikkan?" Tanya Mark.

"Tentu saja diturunkan. Kau akan tampak jadi bagian dari anak-anak itu," jawab Carmel, yang membuat Mark mendelik sinis.

"Oohh, pantas kau sering menyisir ke belakang rambutku saat sedang-,"

"Kalau kau melanjutkan kata-katamu, aku tendang kakimu!"

Caramel | Mark Lee ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang