Mark menguap lebar, sembari berjalan ke dapur, yang letaknya tak jauh dari kamar tamu. Aroma kopi menyeruak dari dapur, yang membuatnya melek.
Ia melihat Carmel sedang duduk di meja pantry, sembari menyeruput kopi. Melihat kehadiran Mark, atensinya pun berubah, dari ponsel kepada pria itu.
"Ada yang bisa dibantu?" Tanya Carmel formal.
"Aku ingin minum." Jawab Mark.
Carmel bangkit dari kursi, mengambilkan Mark air mineral hangat. Ia menyerahkannya pada pria itu, tanpa mengatakan apapun.
"Selain Jeno dan kau, tidak pernah ada pria lain yang menginap," celetuk Carmel, setelah ia kembali duduk di kursi.
"Jeno sering menginap?" Gumam Mark, dengan mata melotot.
"Jaket coklat yang ada di belakang pintu, jaket Jeno. Tenang saja, dia selalu tidur di kamar tamu. Kita orang dewasa yang tahu batasan,"
"Iblis tidak mengenal batasan."
"Maksudmu aku dan Jeno iblis?"
"Bukan, iblis bisa meruntuhkan batasan, yang kokoh sekalipun."
Carmel tertawa kecil.
"Kami masak bersama, main game, dan bekerja. Dia bagian marketing di perusahaanku. Sering muncul di foto atau video promosi produk, karena visualnya sangat menarik. Produkku bisa langsung sold, kalau dia yang jadi wajahnya."
Mark mendengus. Apa lagi rencana Carmel untuk menggagalkan pernikahan mereka?
"Coba saja aku dipakai untuk foto dan video promosi, kau akan kewalahan produksi nantinya." Mark berkata dengan ketus, sebelum mengosongkan gelas.
"Bagaimana kabar kekasihmu?" Untung Mark tidak sedang minum, jadi ia hanya tersedak ludahnya sendiri, mendengar pertanyaan Carmel.
"Kau tidak usah membahasnya,"
"Ponselmu berdering terus semalam."
Mark menghela napas, sembari menarik ke belakang rambutnya.
"Aku sedang tidak mau membahasnya, jangan rusak pagiku."
Raut wajah Carmel yang sebelumnya tampak licik, seketika berubah jadi prihatin dan khawatir. Apa benar-benar terjadi sesuatu yang buruk diantara mereka?
"Aku boleh membuat kopi?" Tanya Mark, dengan mencoba tersenyum.
"Biar aku yang buatkan."
•••
Kurir datang membawakan pakaian baru untuk Mark. Dari apartemen Carmel, ia berencana langsung ke kantornya, jadi ia akan mandi dan bersiap-siap di sini.
"Siapa?" Tanya Carmel yang baru keluar dari kamar.
Mark diam sebentar, melihat Carmel yang sudah berpakaian rapi. Seharusnya Mark yakin seseorang bisa berubah. Carmel sudah tidak lagi menggunakan baju serba hitam dan berantakan.
"Kurir, aku pesan pakaian." Ucap Mark, yang Carmel respon dengan anggukkan.
Carmel kembali ke kamarnya, untuk menggunakan anting dan jam tangan. Rasanya sakit, karena ia merasa bodoh. Di hadapannya ada gadis seperti Carmel, tetapi ia masih diganggu dengan gadis lain yang sudah menyakitinya.
Setelah menggunakan anting dan jam tangan, Carmel melapisi kemeja kremnya, dengan jas crop berwarna senada dengan rok span yang dikenakannya. Warna karamel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caramel | Mark Lee ✔️
FanfictionBagi Carmel, Mark sudah cerita lama. Sudah basi, sudah busuk. Carmel memutuskan melupakan Mark. Namun sesuatu terjadi hingga mereka harus menikah, tidak peduli kalau keduanya sama-sama sudah memiliki kekasih. Segala penolakan yang Carmel buat, untuk...