43

1.1K 108 56
                                    

Sudah tahun kelima mereka lewatkan dengan hanya berdua. Mark merasa tidak terlalu buruk, meskipun kadang-kadang ia suka membayangkan adanya seorang cahaya mata di rumah.

Mulai terjadi masalah di tahun keempat, rumah semakin sepi dan sering kosong, apa lagi sejak Carmel dan Mark semakin sibuk dengan perusahaan masing-masing. Dalam sebulan, mereka bisa bertemu hanya beberapa kali, itu pun di malam hari. Saat sudah sama-sama lelah, jadi mereka hanya akan bersih-bersih dan langsung tidur.

Boro-boro bertukar cerita atau bermesraan, sekedar mau berbasa-basi pun sudah lelah.

Tidak ada pertengkaran yang terjadi, meskipun sudah sama-sama tahu, Carmel lebih sering pergi kesana-kemari bersama Renjun, dan Mark sering makan siang bersama Zinnia beserta ayahnya, dengan dalih, makan siang bersama rekan kerja.

Tetapi tentu saja, berada dalam pernikahan yang dingin ini, tidak nyaman untuk mereka masing-masing.

Saat sedang dalam perjalanan ke parkiran, Carmel menerima pesan, Mark mengajaknya makam malam. Senyuman lebar seketika merekah di wajahnya. Pas sekali, ia sedang ingin bertemu dengan Mark, dan membicarakan sesuatu. Dengan bersemangat ia menghampiri mobilnya, dan bergegas pergi.

•••

Mark menatap Carmel sambil tersenyum, begitu juga dengan Carmel.

"Ada yang mau aku bicarakan," ujar Mark.

"Aku juga!" Seru Carmel bersemangat.

Sebelah alis Mark terangkat. "Apa itu? Kau tampak sangat bersemangat,"

"Heumm... tapi kau duluan saja yang bicara, karena kau mungkin akan terkejut mendengarnya."

Mark diam sejenak, dengan raut wajah tampak tak enak.

"Aku jadi merasa tidak enak untuk mengatakannya, kau tampak senang begitu,"

"Memangnya apa yang mau kau katakan? Kau juga tampak senang,"

Mark mengusap tengkuknya, dengan kedua tangan ia letakkan di atas meja.

"Ini tentang hubungan kita. Aku rasa... tidak ada gunanya pernikahan ini sekarang. Kita sudah jarang bertemu, kita tidak punya beban tanggungjawab apapun dalam pernikahan kita. Aku tahu, aku... aku sudah mengingkari kata-kataku sendiri padamu, tapi kita harus realistis, benarkan?"

Senyuman Carmel seketika menghilang. Ia terdiam, dengan mata membulat.

"Kita sudah tidak bahagia lagi dengan pernikahan kita." Sambung Mark, membuat Carmel bahkan kesulitan untuk menelan ludahnya.

"Jadi... maksudmu kau ingin kita bercerai?" Tanya Carmel hati-hati.

Mark mengulum kedua belah bibirnya, sembari mengangguk.

"Maafkan aku, tapi... apa lagi yang kita lakukan dalam pernikahan ini? Kau bilang, tidak apa-apa kan? Selama aku mengajukan cerai secara baik-baik, bukan berselingkuh,"

Terlalu mendadak, membuat Carmel tidak bisa merasakan perasaan apapun.

"Aku... aku izin ke kamar mandi dulu." Ucap Carmel sembari bangkit berdiri, Mark mengangguk, membiarkan Carmel pergi.

Namun baru berjalan beberapa langkah, ia tiba-tiba terjatuh ke lantai. Mark bangkit berdiri, dan menghampiri Carmel.

"Carmel, kau baik-baik saja? Carmel! Carmel!"

Caramel | Mark Lee ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang