27

454 75 8
                                    

Jaemin menahan pintu yang hendak ditutup oleh Wren.

"Wren, biarkan aku bicara denganmu!"

"Apa lagi yang mau kau bicarakan, hah?"

"Wren!"

Luna tiba-tiba membuka pintu, dengan mengacungkan gagang sapu, yang membuat Jaemin bergerak mundur.

"Pergi sana!"

"Ah, siapa lagi kau? Aku ingin bicara dengan Wren! Itu tentang anak kami!" Jaemin mulai frustasi.

"Apa yang mau kau bicarakan, hah?" Gertak Luna.

"Untuk apa kau tahu? Ini urusanku dan Wren!"

Dua pintu unit di kanan dan depan unit Wren, terbuka. Keluar masing-masing satu orang dari unit, yang terlihat terganggu dengan keributan yang dari tadi terjadi.

Wren menelan ludahnya, ia paling takut dengan tetangga.

Akhirnya Wren menghampiri Jaemin, menariknya untuk pergi, kemudian ia berteriak pada Luna sebelum menghilang di balik koridor.

"Aku akan mengabarimu!"

•••

Carmel menahan napas melihat darah disertai gumpalan darah mengalir bersama air. Ia menarik napasnya, dan memegangi perutnya yang terasa nyeri. Rasa mulas sudah menyerangnya sejak sore, tapi ia pikir ini hanya gejala menstruasi biasa.

Ia menelan ludahnya berkali-kali untuk membasahi tenggorokannya, yang masih saja terasa kering.

Kalau Mark tahu, ia takut pria itu berpikir ia sengaja menggugurkan bayi mereka. Kenyataannya, ia bahkan tidak tahu kalau ada janin di dalam perutnya, sampai melihat ada kantung yang keluar bersama darah.

Siklus menstruasi yang kacau setelah ia minum obat anti depresi dan pil kontrasepsi, membuatnya tidak menyangka kalau sedang hamil.

Mark yang sedang menunggu Carmel keluar dari kamar mandi untuk makan malam bersama, mulai merasa khawatir. Sudah setengah jam ia belum keluar.

Mark akhirnya bergegas ke kamar mandi, tidak peduli Carmel akan marah padanya, ia tetap masuk tanpa mengetuk. Matanya membula melihat Carmel yang terduduk di kamar mandi, dan sedang membersihkan darah dengan air mengalir.

Menyadari kehadiran Mark, ia hanya diam saja. Ia berharap Mark tidak mengerti dengan situasi yang sedang dialaminya saat ini.

"Apa yang terjadi?" Mark mendekati Carmel, berusaha bersikap tenang, meskipun sebenarnya ia panik dan gemetaran.

"Aku hanya menstruasi." Jawab Carmel lemas.

Mark berjongkok di sebelah Carmel. Ia mengambil jet shower dari tangan Carmel, dan membersihkan darah dengan lebih cepat, daripada saat Carmel yang melakukannya.

Ia kemudian memapah Carmel, dan membantunya membersihkan diri, sebelum menggendongnya keluar.

"Apa biasanya memang separah ini?" Tanya Mark, saat Carmel sudah selesai mengenakan berbagai perangkat saat menstruasi. Tentu dengan dibantu.

Carmel menyandarkan punggungnya di headboard. "Aku sudah telat satu bulan, jadi lebih deras dari biasanya,"

Mark diam sejenak. "Karena obat anti depresi?"

Caramel | Mark Lee ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang