09. Muara

674 408 212
                                    

"Tidak ada yang bisa menghentikan rasa yang bertumbuh semakin utuh, karena kini rasaku telah berhenti menepi padamu."

Selamat Membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca...

Hari minggu menjadi hari yang sangat ditunggu, karena setiap hari minggu aku bisa berkumpul bersama Salma dan Ken. Biasanya kami selalu menghabiskan waktu akhir pekan bersama-sama. Entah jalan-jalan ke bioskop sembari mengelilingi mall atau hanya sekedar bermain sepeda di taman.

Namun, hari ini Salma tidak bisa ikut berkumpul bersama kami karena ada urusan penting dengan kakaknya. Aku dan Ken memilih untuk pergi ke taman kota yang letaknya tak jauh dari kafe yang sering kami kunjungi.

"Ken gue mau naik ke rumah pohon dong," pintaku pada Ken dengan mata berbinar.

"Yaudah lo naik aja sana, gue tunggu disini sambil liatin cacing."

Aku memukul pelan lengannya. "Ish, ngapain coba cacing diliatin? Ayo ikut naik sama gue ke rumah pohon! Kita liat sunset dari atas sana, ayo dong!!"

Ken menghembuskan napas lelah. "Yaudah lo duluan yang naik, gue di belakang."

"Nah, gitu dong! Oke, jangan ngintip rok gue ya lo!" ucapku sambul membenarkan pleated midi skirt hitam yang sedang kupakai.

"Ngapain ngintip lo, mending gue ngintip nenek gue," sahutnya.

Aku menaiki satu-persatu tangga kecil untuk dapat sampai di rumah pohon itu. Ketika aku telah menginjakkan kaki di rumah pohon, Ken langsung menyusul dan mulai menaiki satu-persatu tangga kecil seperti yang kulakukan tadi.

"Aduh encok dah gue," keluh Ken sambil duduk di sampingku.

"Wajar encok, inget umur lo udah 24 tahun. Wah udah pas buat nikah," kataku meledek.

"Lo udah siap emang?"

Aku menoleh. "Siap apa?"

"Lo udah siap nikah belum?"

Aku menggeleng pelan. "Belum, kenapa emangnya?"

"Nah yaudah, gue tunggu lo sampai lo siap nikah. Kalau udah siap langsung kasih tau gue."

Aku mendengus sambil mencubit perutnya. "Siapa yang ngajarin lo pinter gombal gini?"

Ken mengubah posisi duduknya, kini ia menatapku dari samping.

"Siapa yang gombal?" sahutnya. "Kayaknya lo harus banyak belajar lagi ya. Supaya bisa bedain mana cowok yang tulus dan mana cowok yang cuma modus."

Aku ikut mengubah posisi duduk agar dapat berhadapan dengan Ken.

"Mumpung gue lagi berdua sama lo, gue mau kasih tau sesuatu deh. Gue mau lo jadi orang pertama yang tau tentang hal ini," ucapku serius.

"Tumben banget serius begitu muka lo, ada hal apa emangnya sampai lo seserius ini? Hm?" jawab Ken sambil memainkan rambut panjangku yang di kepang satu.

Rumah Kedua [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang