22. Milky Way

479 241 88
                                    

(Bab ini akan ditulis dari sudut pandang Author.)



"Semoga masih ada bahagia yang tersisa, untuk kita perjuangkan bersama orang yang tepat."

Selamat Membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca...

Perlahan Lisa mulai membuka matanya yang terasa berat. Manik mata kecokelatan miliknya menatap langit-langit kamar berwarna putih. Ia mengerjapkan kelopak matanya perlahan, untuk melihat kembali ruangan berwarna serba putih itu. Kepalanya terasa berputar saat dirinya berusaha untuk bangun dari tempat tidur.

"Hai Kak Lisa, baru bangun?" sapa Artha sembari membuka pintu kamar.

"Oh... Hai Ar–Arsha, ya? Maaf aku telat bangun," jawab Lisa terbata.

Artha tersenyum sembari menaruh sarapan berupa nasi goreng dengan berbagai campuran sayuran dan sosis di dalamnya, tak lupa juga air putih hangat kesukaan Lisa.

"Nama aku Artha, Kak."

"Eh maaf, aku ingetnya nama kamu Arsha. Maaf ya, Artha."

"Nggak apa-apa kok lupa itu wajar," sahut Artha lembut. "Silahkan dicobain kak nasi gorengnya."

"I–iya makasih banyak Artha," jawab Lisa sambil menyuap nasi goreng buatan Sabita.

"Kata Kak Sabita, kalau nasi gorengnya kurang, jangan sungkan buat nambah. Di meja makan masih banyak kok."

Lisa menggeleng pelan. "Nggak Artha, ini udah cukup banget kok."

"Yaudah, nanti kalau Kak Lisa laper lagi bilang aku aja, ya? Soalnya Kak Sabita udah berangkat ke kantor."

"Lho, ini bukannya Hari Minggu, ya? Emangnya dia nggak libur?"

"Biasanya libur, tapi tadi dia bilangnya ada urusan mendadak di kantor. Jadi, mau nggak mau dia harus kesana."

"Berarti kalau Kak Sabita kerja, kamu sendirian di sini?"

Artha mengangguk. "Iya kak, paling kalau aku ngerjain tugas di luar sama temen, baru deh aku keluar rumah."

Lisa hanya mengangguk samar sembari menyuap nasi gorengnya yang tinggal setengah piring. Sesekali ia meneguk air putih hangat untuk menghilangkan rasa haus di tenggorokannya.

Gadis itu merasakan kenyamanan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Perlakuan hangat Sabita dan Artha benar-benar membuatnya merasa dianggap seperti keluarga sendiri. Padahal, ia sangat malu kalau mengingat kejadian masa lalu yang pernah membuat Sabita terpuruk selama bertahun-tahun. Namun, anak dari Tante Nafa itu tetap menerima baik Lisa sebagai sahabatnya.

Rumah Kedua [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang