08. Reuni SMA

733 429 236
                                    

"Akhirnya aku bisa merasakan kebahagiaan setelah kehilangan, tidak ada lagi rasa sakit dan rindu yang bersemayam dalam diam. Kini aku telah menikmati manisnya buah mengikhlaskan."

Selamat Membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca...

Jariku sibuk mengusap layar ponsel yang menunjukkan pesan di grup SMA. Berkali-kali aku membaca ulang pemberitahuan dari grup tersebut. Mereka akan mengadakan acara reuni khusus untuk angkatanku. Semua orang yang bergabung didalam grup itu sangat antusias mengikuti acara tersebut, kecuali aku.

Mereka tidak sabar untuk berjumpa satu sama lain, setelah sekian lama berpisah karena sibuk mengejar impian masing-masing.

"Huhhh," aku membuang napas kasar sambil melempar ponselku ke atas kasur. "Gue mau ikut, tapi males banget kalau ketemu sama dua orang itu."

Salma yang sedang mengetik di laptop mengalihkan pandangannya padaku.

"Kenapa jadi lo yang males ketemu sama mereka?"

"Gue males banget kalau nanti Lisa cari masalah sama gue. Lo kan tau sendiri dia gimana kalau ketemu langsung sama gue."

"Yang salah itu mereka, bukan lo. Harusnya lo buktiin ke dia, kalau sekarang dia tertinggal jauh di belakang lo."

Aku terdiam menatap langit-langit kamar. Tiba-tiba saja teringat tentang Hima yang berjanji untuk pindah ke Jakarta sebulan kemudian. Namun, sampai saat ini belum ada satupun kabar darinya. Tanpa kusadari, aku selalu menunggu pesan singkat atau panggilan telepon dari laki-laki itu. 

"Udah sebulan lebih, katanya Hima mau pindah ke Jakarta. Tapi gue tungguin sampe sekarang, belum ada kabar juga dari dia," ucapku murung.

Salma menatapku sedikit heran. "Lo tuh kenapa si jadi orang terlalu percaya banget sama janji? Mana mungkin Hima semudah itu pindah ke Jakarta."

"Ya namanya juga..."

"Namanya juga apa?" Salma menelisik wajahku. "Jangan-jangan lo suka ya sama dia? Biasanya kalau suka sama orang kan kayak gitu!"

"Aduh, udah deh lo jangan cosplay jadi cenayang. Mendingan kita beli makanan naik motor!" ajakku yang langsung berdiri untuk mengambil kunci motor di atas meja.

"Lo nggak liat itu mendung gitu? Nanti kalau hujan gimana?"

"Gampang, tinggal neduh atau pakai jas hujan. Ayo dong, gue gabut banget nih!" Aku menarik paksa lengan Salma sampai membuatnya berdiri.

Gadis berambut pendek itu pun dengan pasrah menurut padaku. Ia yang akan membawa motornya, sedangkan aku hanya duduk manis di belakangnya sembari meniup-niup pundaknya.

Kami mulai menyusuri tukang makanan yang ada di pinggir jalan. Aku asyik membeli beberapa makanan yang kusuka, padahal Salma telah memberitahu kalau kini langit semakin mendung dan gelap. Namun, aku tetap sibuk memilih dan membeli beberapa makanan yang menurutku rasanya enak.

Rumah Kedua [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang