15. Kasih Tak Sampai

559 311 154
                                    

"Kesalahan terbesarku saat mengira kita dapat bersatu. Namun, takdir hanya mengizinkan kita untuk saling bersama dan aku melihat kau berbahagia dengan dirinya."

–Keenan Zavin A.

***

Gavin James – For you

Maybe I'll be forget and maybe I won't
I'm stuck in the moment
And so far from home
Cause loving nobody
It's breaking my heart
But you'll never know this
Wherever you are

Well maybe I don't give up easily
But I know this is hard to see
But I wish time would slow down
So I could keep your heart around
If I can make you stay another day
I'll wait another day for you, and for you

Well maybe I don't give up easilyBut I know this is hard to seeBut I wish time would slow downSo I could keep your heart aroundIf I can make you stay another dayI'll wait another day for you, and for you

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca...

Mataku sibuk menatap awan yang bergerak mengikuti hembusan arah angin. Aku sedang berdiri di ujung lorong lantai 5 yang tak banyak karyawan melewatinya. Hanya ada beberapa ruang kerja yang terisi di lantai ini. Tak ada maksud apapun, aku hanya ingin menyendiri dari banyaknya pasang mata di kantor ini.

Lagi-lagi aku menghembuskan napas panjang, mungkin ini sudah yang ke-10 kalinya. Aku menatap cincin permata berwarna biru yang melingkar di jari manis tangan kiri. Seharusnya aku senang menatap cincin berharga pemberian dari orang yang mencintaiku. Namun, entah kenapa hatiku terasa sangat gelisah sedari tadi. Seperti ada sesuatu yang mengganjal disana.

"Daripada bengong liatin awan, mending makan siang."

Aku langsung menoleh dan melihat sosok laki-laki yang hampir seminggu tak kulihat wajahnya. Ia berdiri di sampingku, angin membuat wajahnya semakin terlihat tampan saat rambutnya yang memanjang itu sedikit berantakan.

"YAAMPUN KEN!" teriakku histeris melihat kehadirannya. "KEN GUE KANGEN BANGET SAMA LO!"

Aku memeluknya dengan erat, seakan tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun lamanya. Ia mengusap kepalaku pelan, deru napasnya terdengar sedikit tersengal.

"Gue mah emang ngangenin kali," sahutnya sambil melepaskan pelukanku.

"Yeu, dasar! Lo kapan pulang ke Jakarta?"

"Kemarin."

Aku menatapnya selidik. "Muka lo kok kayak sedih gitu deh?"

Ia mengusap wajahku dengan tangannya. "Gue mah nggak pernah sedih. Mending lo ikut gue makan siang aja. Lo nggak lupa kan hari ini hari apa?"

"Hari Kamis?"

"Gue juga tau ini hari Kamis. Maksudnya ini tanggal berapa?"

"Hmm," aku melihat layar ponsel. "15 september?"

Rumah Kedua [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang