36. Redupnya Sinar Rembulan

470 205 66
                                    

(Bab ini akan ditulis dari sudut pandang Author.)



"Jika Tuhan dapat mengabulkan berbagai permintaan doa. Aku hanya meminta satu doa yang paling sering disebut dalam dada. Jangan pernah mengambil siapapun lagi dalam hidupku. Termasuk sahabatku sekalipun."

Selamat Membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca...

Sabita membuka kelopak matanya secara perlahan, saat suara deru mobil yang baru saja datang membuatnya terbangun. Netra indah yang dilengkapi bulu mata panjang dan lentik itu, mengerjap beberapa kali untuk memastikan ia telah menyelesaikan mimpi buruknya. Namun, ia kembali menghembuskan napas kasar setelah melihat langit-langit kamar itu, sangat berbeda jauh dengan kamarnya yang asli.

"Ternyata gue masih ada di sini," ucapnya pelan.

Ia memilih untuk mendudukkan dirinya di atas kasur, sembari mengikat satu rambut panjangnya. Kadang ia merasa kesal dengan dirinya sendiri. Terbangun tengah malam telah menjadi kebiasaan buruknya, yang sulit untuk dihentikan sejak gadis itu duduk dibangku SMA. Apalagi kalau perutnya sedang berdemo karena rasa lapar, membuatnya harus memesan makanan siap saji melalui aplikasi online.

Pandangannya beralih menatap bungkusan plastik yang terletak di atas meja. Ia segera menghampiri meja itu untuk melihat sesuatu yang ada di dalam plastik tersebut. Hal pertama yang ditemukannya, ialah secarik kertas terselip disisi kanan kotak makan berwarna biru muda.

Sabita membaca satu-persatu kalimat yang ditulis oleh seseorang, menggunakan tinta berwarna biru.


"Aku sengaja beli makanan kesukaan kamu, karena aku tau kamu pasti bakalan kebangun tengah malam. Dari dulu kamu suka banget sama martabak keju Bu Sinta. Jadi, aku beliin kamu martabak sekaligus beberapa makanan kesukaan kamu yang lain.

Kamu jangan khawatir, aku udah beliin kamu air minum dan jus alpukat kesukaan kamu. Disitu juga udah ada buah-buahan yang sering kamu makan.

Jangan lupa dimakan ya, sayang. Aku nggak mau liat kamu sakit.

—Rafi."


Sabita langsung merobek kertas itu menjadi potongan kecil, sampai benar-benar hancur tak berbentuk.

"Bajingan."

Satu kata yang berhasil keluar dari mulutnya setelah membaca rangkaian kalimat memuakkan itu. Tak peduli seberapa manis ucapan yang ditulis oleh Rafi untuknya, tak peduli seberapa banyak makanan yang diberikan oleh Rafi, dan tak peduli seberapa besar pengorbanan yang dilakukan Rafi hanya untuk mendapatkan dirinya.

Bagi Sabita, Rafi akan tetap menjadi seorang bajingan yang sangat memuakkan.

Seorang bajingan yang rela berkorban demi dirinya sendiri dan menyakiti orang lain.
Seorang bajingan yang rela berkorban demi mendapatkan apa yang ia inginkan, meskipun harus menghancurkan hidupnya sendiri.
Dan seorang bajingan yang rela mengorbankan nyawa orang lain, hanya untuk memuaskan semua nafsu gelapnya.

Rumah Kedua [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang