43. Janji di Jembatan Lembah Purba

433 131 152
                                    

"Kisah tentang keabadian cinta antara dua insan manusia yang akan melegenda hingga akhir zaman."

Selamat Membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca...

Hari ini tanggal 20 April merupakan hari kelahiran gadis berambut sebahu yang memiliki netra berwarna cokelat tua, yakni Almarhumah Salma Ganishya Dahrin. Tepat pada hari ini Salma menginjakkan usianya di umur 24 tahun dalam perhitungan dunia. Biasanya kami akan merayakan hari istimewa itu untuk menghabiskan waktu bersama seharian penuh. Namun, sekarang semuanya telah berbeda.

Kini aku telah berdiri di samping makam yang dipenuhi tumpukan berbagai macam bunga di atasnya. Semerbak harum dari bunga itu menusuk memenuhi rongga indera penciumanku. Bibirku tertarik menciptakan sebuah senyuman tulus sembari berjongkok untuk meraih nisan batu bertuliskan nama panjang Almarhumah Salma.

Tanganku mulai mengusap pelan batu nisan itu sambil menaburkan bunga yang kubeli di pinggir jalan tadi. Tak lupa juga untuk menaruh tumpukan bunga mawar putih kesukaannya dan lily putih kesukaanku. Ketika kedua bunga itu kutaruh di atas makamnya, aku seperti merasakan kehadiran Salma di sekitarku.

Bibirku tergerak untuk mengucapkan sebaris kalimat untuknya.

"Selamat ulang tahun tanpa panjang umur, Salma Ganishya Dahrin."

Aku terdiam sejenak memerhatikan makam yang sengaja di tumbuhi rerumputan hijau. Sementara laki-laki yang ada di depanku, hanya dapat terdiam tanpa berniat untuk mengeluarkan suara sedikitpun.

"Semoga semua amal ibadah dan kebaikanmu selama di dunia diterima oleh Allah SWT, Tuhan seluruh alam semesta."

Air mataku menetes membasahi permukaan batu nisan berwarna hitam itu. Senyum yang semula terlukis indah di bibirku, perlahan memudar seiring isak tangisku kian mengeras. Laki-laki yang berada didepanku mulai berpindah posisi tepat disampingku. Tangan kekarnya terulur untuk mendekap erat tubuhku yang terbalut oleh baju berwarna hitam.

"Tadi lo udah janji, kan?" Niko mulai mengeluarkan suaranya. "Janji supaya nggak nangis di depan makam Salma."

"Nggak bisa," sahutku pelan. "Gue nggak bisa nahan lagi."

"Kalau nggak bisa nepatin, seenggaknya jangan janji. Kasian Salma ngeliat lo sedih, padahal hari ini hari istimewa buat dia."

Iya, hari ini memang hari yang sangat istimewa untuknya. Tetapi, seistimewa apapun hari ini, rasanya tetap hampa tanpa kehadiran dirinya. Hanya ada sepenggal kenangan indah dan pahit yang akan tetap membekas sampai kapanpun.

"Kalau lo mau Salma bahagia, senang, ketawa, dan kembali tersenyum lagi. Silahkan kasih hadiah yang banyak buat dia sekarang. Jangan nangis lagi, itu malah bikin Salma sedih."

Niko mengelap air mata yang masih mengalir membasahi pipiku menggunakan ibu jarinya.

"Sekarang kita berdoa yang banyak buat Salma. Itu satu-satunya cara supaya dia bisa tenang dan damai di alam sana."

Rumah Kedua [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang