40. Doa di Penghujung Malam

491 195 161
                                    

"Satu kalimat indah dapat menyembuhkan luka.
Satu bait puisi dapat menghilangkan kesedihan.
Satu lirik lagu dapat membahagiakan manusia yang mendengarnya.

Namun, satu untaian doa dapat menyembuhkan luka yang disebabkan oleh kesedihan dan menjanjikan kebahagiaan untuk seluruh umat manusia.

Termasuk doa untuk mengiringi langkah kepergian manusia dari fananya kehidupan dunia."

Selamat Membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca...

Aku mendengus pelan saat Yuka dengan mudahnya mengucapkan kalimat itu. Wajah cantik yang biasanya memancarkan sinar kebaikan, perlahan memudar tergantikan oleh wajah penuh kebencian dan dendam yang terpendam untukku. Gadis yang terkenal dengan kelembutan pada tutur katanya itu, telah berhasil menghancurkan kepercayaanku. Hanya karena rasa obsesi dan egois yang menguasai dirinya, ia rela mengorbankan nyawa orang lain hanya untuk mendapatkan secuil rasa cinta dari laki-laki yang dicintainya.

Lagi-lagi aku harus menanggung derita atas semua rasa obsesi yang mereka miliki. Sungguh, rasanya memuakkan harus hidup berdampingan dengan manusia yang hanya tergila-gila dengan kefanaan duniawi.

Mungkin Yuka harus merasakan sakit terlebih dahulu, agar dapat tersadar atas semua ucapan dan perilakunya sekarang dapat membawanya pada awal kehancuran.

"Seharusnya Niko nggak pernah suka sama lo," bisiknya pelan. "Bahkan, gue jauh lebih unggul daripada lo dalam segi apapun."

Aku tertawa sarkas mendengar penuturannya. Saat itu juga Yuka menampilkan mimik wajah kebingungan.

"Disaat lo punya banyak keistimewaan yang bisa disukai jutaan pria, sedangkan gue punya satu keistimewaan yang bisa bikin Niko jatuh cinta sama gue."

Tanganku bergerak terulur mengusap surai berwarna hitam pekat miliknya.

"Sudah cukup jelas, bukan?" Aku tersenyum miring. "Tanpa harus mengakui keunggulan, gue udah berhasil bikin Niko jatuh cinta sejak SMA."

Kini, terlihat sangat jelas bagaimana perubahan raut wajah Yuka, saat aku meluncurkan kalimat itu tepat di depan wajahnya.

"Dan itu bikin gue jauh lebih unggul daripada lo, karena bisa bikin orang yang lo cintai malah mencintai gue."

Diluar prediksi, Yuka mendorong bahuku cukup kuat sampai tersandar pada jendela yang berada di belakangku. Kedua netranya menatapku dengan tatapan mematikan dan tangan kanannya terulur untuk mengusap pelan wajahku.

"Gue cukup terkejut karena lo berani untuk bilang kayak gitu disaat lo cuma punya 2 pilihan sekarang," ujarnya.

"Sebutin 2 pilihan itu."

Rumah Kedua [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang