20. Luka Baru

534 257 102
                                    

(Bab ini akan ditulis dari sudut pandang Author.)



"Dari awal harusnya aku sadar.
Kalau dia hanya sekedar kasihan, bukan benar-benar menaruh perasaan."

Selamat Membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selamat Membaca...

"Silahkan di nikmati," ucap seorang barista laki-laki yang menaruh caramel machiatto di atas meja berwarna cokelat tua.

Yuka yang sedang fokus mengetik pesan di layar ponselnya langsung menoleh.

"Terima kasih, Mas."

"Sama-sama," sahutnya. " Oh iya Mbak, tadi Mas Niko bilang ke saya katanya Mbak Yuka disuruh nunggu sebentar. Dia sedang dalam perjalanan menuju kafe ini," jelas barista yang bernama Raka itu.

Yuka mengangguk seraya tersenyum. "Iya, tadi dia udah balas pesan saya kok."

"Baiklah kalau begitu, saya pamit mau meracik kopi lagi, ya? Mbak Yuka nggak apa-apa kan nunggu sendiri di sini sebentar lagi?" tanya Raka untuk memastikan.

"Nggak apa-apa kok, Mas."

Barista itu tersenyum simpul mendengar jawaban Yuka. Raka melenggang pergi untuk kembali meracik pesanan kopi pengunjung lainnya. Sementara itu, Yuka mulai menyesap caramel machiatto kesukaannya dalam diam. Matanya masih fokus menatap layar ponsel dan membaca satu-persatu pesan yang disampaikan oleh Niko.

Ia menunggu kedatangan Niko yang sedang dalam perjalanan menuju kafe ini. Yuka sengaja meminta Niko bertemu di kafe milik laki-laki itu, karena ia merindukan rasa kopi dan suasana kafe yang membuat dirinya merasa nyaman. Gadis itu cukup bangga dengan sosok Niko yang mau bekerja keras sebagai pengusaha.

Kafe ini didirikan Niko pada tahun 2019, laki-laki itu mengeluarkan biaya sendiri untuk membangun kafe tanpa melibatkan sosok papanya. Uang tabungan yang terkumpul sejak ia masuk sekolah SMP, mampu mewujudkan mimpinya untuk membangun sebuah kafe sendiri. Yuka merasa kagum saat mengetahui Niko telah mendirikan sebuah kafe yang terletak di Jakarta Selatan, tanpa sepengetahuan dirinya ataupun Juan.

Laki-laki itu memilih workspace sebagai tema untuk kafe pertamanya. Dekorasi sederhana dengan warna-warna netral dapat membuat kafe ini menjadi sangat nyaman untuk dikunjungi. Tak sedikit pelanggan setia yang selalu berkunjung kemari, hanya untuk mencicipi rasa kopi racikan barista bernama Raka atau hanya sekedar menikmati waktu luang di akhir pekan.

"Oi sendirian aja, pasti jomblo ya?"

Suara berat Niko mampu membuyarkan lamunannya. Yuka menatap wajah Niko yang terlihat sedikit lesu.

"Sebelum ngomong dianjurkan untuk ngaca terlebih dahulu ya, Mas "

Niko terkekeh pelan sembari duduk berhadapan dengan Yuka.

"Ada hal apa lo ngajak gue ketemuan di sini? Tumben banget," tanya Niko.

"Bukannya tumben, lo nya aja yang terlalu sibuk."

Rumah Kedua [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang