04

942 85 6
                                    

Kericuhan mungkin akan terjadi bila Reny terlambat sedikit saja menyusul sang putri setelah mereka bersitegang via telepon. Ia memang salah telah mengancam sang putri dengan membuat undangan palsu agar mau kembali melanjutkan perjodohan yang ia rancang bersama sang calon besan.

Namun, ia tidak menyangka sang putri balik mengancam akan membuat keributan di galeri tempat ia memesan undangan.

Sungguh, ia tidak tahu sang putri akan senekat itu.

"Saya meminta maaf atas perbuatan anak Saya, Mas Pandega." sesal Reny, kini ia dan Arane berada di ruang kerja Pandega setelah ibu dan anak itu sempat adu mulut di depan pintu masuk galeri. Tentu sangat tidak baik untuk citra Sabitah Wedding Art, sehingga Pandega terpakasa menyuruh mereka masuk ke ruangannya.

"Kenapa maafnya atas namaku? Kan, Mama yang salah." protes Arane.

Reny praktis menoleh dan menampar Arane dengan tatapan tajam.

"Mama sama orang ini sama saja!" tunjuk Arane seraya berdiri mendorong kursi. Ia gerah berada lama-lama di tempat seperti ini, apalagi ditambah tatapan tidak mengenakkan dari si pemilik tempat.

"Saya bersedia membayar ganti rugi atas ucapan tidak menyenangkan anak Saya dan telah mengganggu ketenangan." bilang Reny tepat saat Arane akan memutar gagang pintu.

Arane kontan berbalik, "Mama bermurah hati sekali untuk orang-orang seperti mereka."

Pandega yang tidak tahan dengan kata-kata Arane lantas menggebrak meja. Sukses terdengar sampai ke telinga para pegawai yang curi-curi dengar sambil menunggu di luar ruangan.

"Kenapa, gak terima?" pancing Arane melihat ekspresi Pandega semakin memerah geram.

"Angkat kaki dari sini, segera!" tidak keras, namun penuh penekanan dan ketegasan disetiap katanya.

"Saya mohon maaf sekali lagi, Mas. Maafkan Saya dan juga anak Saya." mohon Reny berat untuk bangkit, rasa bersalah menumpuk di hatinya.

"Kami tidak menerima orang seperti kalian, keluar!" tegas Pandega mutlak.

"Siapa juga yang mau lama-lama!" dengan cepat Arane memutar gagang pintu, menariknya lalu keluar. Berbagai ekspresi mengawasi langkahnya sepanjang jalan sampai tiba di depan pintu masuk.

"Kasian sekali kalian punya bos seperti orang itu," celanya kontan memperoleh tanggapan dari para pegawai Sabitah Wedding Art. Tapi Arane tidak perduli, ia mengayun kaki meninggalkan tempat yang membuatnya alergi. Serba-serbi pernikahan membuatnya mendadak gatal-gatal.

Sementara itu, Reny bertahan di dalam dengan iktikad baiknya. Namun sayang, Pandega tidak bisa melihat hal tersebut. Di matanya, wanita paruh usia di depannya dan perempuan gendut tadi hanyalah orang-orang yang bertindak sesuka hati tanpa memikirkan kondisi orang lain.

"Sebaiknya Anda pergi dari sini." Pandega yang berkata demikian, tapi malah ia yang bangkit dari kursi meninggalkan ruang pribadinya.

"Pastikan kejadian seperti ini tidak terulang kembali." pesannya teruntuk para pegawai yang menunggunya di luar.

Pandega melenggang, pergi tanpa menoleh sedikit pun.

...

Gelas ukuran 200 mililiter itu kembali dipenuhi oleh air dingin untuk yang ketiga kalinya. "Lagi!" titah Arane kini kali keempat.

"Buset, haus apa kesurupan?" Endra menatap ngeri sambil menuangkan.

"Diem!" bentak Arane sedang mode jangan ganggu.

Endra kontan kicep dan fokus saja melayani sang sahabat yang sedang dilingkupi kemarahan.

"Ngomong-ngomong, Tanren masih di sana?" Celetuk Endra malah mengundang petaka.

UNDANGANPHOBIA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang