🎄29🎄

744 92 40
                                    

Tidak akan terjadi, Arane.

Yeah, Pandega menepati apa yang ia katakan lewat telepon kemarin. Meskipun...

"Megantari menjaga si bungsu yang opname, jadi Saya-"

"Aku ngerti." sela Arane paham dengan kedatangan Pandega bersama anak dari sang mantan.

"Kamu anterin dia aja, kita bisa ketemu besok-besok." Arane coba membatalkan acara temu mereka dengan cara halus.

"Tidak, kita akan tetap pergi. Saya akan mengantar Jovan pada ibunya dan kita pergi." Pandega tegas membantah.

"Tapi udah jam segini, Kamu juga pasti capek, kan?"

"Tidak, kita tetap pergi."

Adu argumen pun terjadi, sampai Arane takluk dengan kengototan Pandega.

"Saya bawa helm dobel sekarang, tunggu." Pandega yang akan membuka jok motor guna mengambil helm segera disetop oleh Arane.

"Naik mobilku aja."

Namun Pandega kembali mengelak. Bagaimana pun ia pihak yang mengajak, tidak etis bila ia yang diberi tumpangan.

"Demi keselamatan dan kenyamanan, Dega ..." bujuk Arane sadar diri.

Mereka boncengan berdua saja motor Pandega terasa sumpek, apalagi bertiga? Arane kasihan dengan ban motor si pria.

"Baiklah," pun menurut akhirnya pria yang satu ini.

Arane menyerahkan kunci mobil pada Pandega, lalu mengajak Jovan yang sejak tadi jadi penonton debat itu masuk. Mereka berangkat dengan posisi Arane dan Pandega di depan, sementara Jovan di belakang sendiri. Sekilas, mereka terlihat seperti keluarga cemara.

Selama perjalanan Pandega sudah memancing Arane untuk membangun percakapan. Namun tampaknya si puan masih dalam mode senyap, menjawab sangat irit sampai mereka tiba di rumah sakit.

"Parkir di luar aja biar cepet." saran Arane begitu mobil bergerak melambat memasuki area pelataran.

"Kamu mau ikut masuk atau ..."

"Sini aja," imbal Arane irit.

"Baiklah, Saya tidak akan lama."

Selesai memarkir mobil, Pandega mengajak turun Jovan. Meninggalkan Arane sendirian dengan kondisi mesin mobil menyala.

Mengurai napas teratur, Arane sedang mengendalikan gemuruh emosi yang menguasai hatinya. Pandangannya menyebar, menatapi orang-orang yang silih berganti memasuki rumah sakit. Pesan dari sang kakak sulung kembali menyusupi keheningannya.

Kalo Aku pergi, bagaimana nasib hubunganku sama Dega?

Pertanyaan semacam itu terus hinggap di kepala si puan.

Tidak ia tinggal ke mana pun hubungannya dengan Pandega terancam melayang. Apalagi jika ia berada jauh di negeri orang?

Jujur saja, Arane tidak ingin mengganti sosok Pandega yang kini menyelami hatinya. Boleh jadi, seandainya Arane mau sedikit melihat ke keluar ia bisa menemukan yang lebih baik dari Pandega. Nyatanya, tidak.

Larut dalam angan Arane sampai tidak sadar Pandega terlalu lama di dalam. Tidak akan selama itu jika hanya mengantar Jovan pada sang ibu.

Mesti disusul, nih. Firasatku gak enak.

Arane mematikan mesin mobil, melangkah turun, dan bergegas menyusul sang pria.

...

"Ayah?"

Seketika pandangan Pandega terkunci pada sosok pria yang duduk di ranjang kosong sebelah ranjang Keysa dirawat. Pria yang menyandang status sebagai suami Megantari itu menatap tajam ke arahnya.

UNDANGANPHOBIA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang