34

801 84 23
                                    


"Mau minum sesuatu yang segar?" itu ajakan Pandega dalam rangka membasmi kecanggungan usai peluk rindu tadi. Kedai milik sebuah perusahaan waralaba yang menjual es krim sajian lembut dan minuman teh asal negeri tirai bambu, jadi tujuan Pandega membawa Arane.

"Kamu gapapa minum es?" mengingat Pandega yang katanya tidak bisa meminum sesuatu berbau dingin, tapi kemudian mengunjungi kedai seperti itu dan memesan menu es krim. Maka, tak salah bila dahi Arane berkerut lantas pertanyaan tersebut terlontar.

"Saya sedia obat." gampang sekali Pandega menimpali.

"Kalo gitu, Kamu pesen yang gak ada esnya aja." cegah Arane, ada kekhawatiran bila si pria terus mengonsumsi obat-obatan kimia dalam jangka panjang. Langkahnya yang ingin mengganti menu pesanan Pandega pun segera dihambat oleh si pria.

Sambil mengulum senyum Pandega pun berkata, "Tidak perlu, kan, obat Saya itu Kamu." membuatnya dihadiahi Arane pukulan di lengan.

"Cari bahan gombalan lain, Aku gak bisa digombalin kalo soal kesehatan!" tegur si puan tidak mempan.

"Baiklah, Bu dokter." Pandega tak kuasa menutupi kekehan.

"Aku masih muda, ya, jangan panggil ibu!" serang Arane tak terima.

"Mbak dokter kalau begitu," ralat Pandega cepat ketimbang dibantai sama puan titisan titan tersebut.

Arane mencebik kesal, tapi senang didetik yang sama. Dia lantas menurut ketika diajak Pandega untuk duduk menunggu pesanan setelah dibujuk.

Menamatkan perdebatan kecil itu, sekarang mereka menghening saling tatap-menatap dengan penafsiran masing-masing.

"Aku mau ke Belgia, ngelanjutin kuliah." buka Arane mengakhiri sesi hening. Dia yakin si pria tahu, tapi ingin menyaksikan langsung reaksi Pandega. Tidak meleset dari perkiraan, sekecil pun pergerakan tidak terdeteksi di wajah sang pria.

"Semoga lancar." hanya itu yang bisa keluar dari mulut Pandega, dari sekian banyak kata yang bergulat di benak dan ingin diuatarakan.

"Semoga lancar?" ulang Arane bernada 'nyinyir'.

Menyunggingkan senyum tipis, Pandega lalu menjawab, "Apa yang Kamu harapkan dari jawaban Saya?"

Ingin sekali Arane bilang, 'kamu nanyeakk?'. Namun, bukan kata itu yang terlontar.

"Dasar bodoh!" makian tersebut bikin pelayan yang mengantar minuman mereka sampai terlonjak. Si pelayan pikir kalimat tersebut tertuju padanya. Namun setelah dipastikan ke mana arah tatapan Arane, si pelayan bisa bernapas plong. Makian sang puan pemesan diperuntukkan ke pria di seberangnya.

"Jelas Aku ngarepin Kamu nyegah Aku pergi, Dega as you! Aku bahkan nyimpen harapan kecil itu!" blak-blakan Arane suarakan tanpa perduli sang pria telah ia umpati.

"Saya tidak bisa melakukannya." pembawan Pandega teramat tenang, seolah memang telah disiapkan naskahnya, makin menyulut kejengkelan sang puan.

"Kenapa? Kamu takut dan akan selamanya jadi pengecut, iya? Atau Kamu em-"

"Kamu harus pergi agar Saya bisa menikahimu nanti." serobot cepat Pandega sukses membuat jiwa Arane seakan terbang dari raganya.

"Huh?" mendadak marah Arane lenyap, tergantikan kelinglungan seperti korban penipuan dengan metode hipnotis.

"Saya tidak boleh menghalangi langkahmu dan menunggumu pulang sebagai hukuman atas kelakuan Saya sebelumnya. Saya harus memperbaiki diri selama Kamu pergi, itu janji Saya dengan kakekmu." papar Pandega lebih lanjut.

Kakek?

Seolah tertulis di kening Arane bahwa si puan tidak paham akan pernyataan sang pria, lantas Pandega memberi keterangan tambahan.

UNDANGANPHOBIA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang