Lengang.
Sebuah gambaran untuk merepresentasi dua insan yang baru lalu pamit mengisolasi diri dari kumpul keluarga ke pendopo sanding rumah. Sebagai pengusul Arane berdeham, dia ingin membicarakan sesuatu yang mengusik tenang pikirnya.
"Soal pernyataanmu kemaren..."
"Boleh Saya mencobanya?" langsung disambar Pandega.
"Hah?" otak Arane tiba-tiba kosong.
Memulihkan kembali sistem indranya, ia menatap tanya pada sang lawan bicara.
"Saya tertarik ingin mengenal Kamu lebih jauh, apakah Kamu keberatan?" terang Pandega seperti tanpa beban. Sementara yang diajak kenalan malah mengerjap-ngerjap seraya merotasi pandangan ke sudut lain.
Si perempuan gendut terdiam, menjernihkan pikiran sambil mendamaikan ritme jantungnya yang seperti sedang menari Reog Ponorogo.
Dari kemarin ia berpikir bahwa Pandega sedang kerasukan atau apa, sehingga membuat pernyataan tak sehat untuk jantungnya. Namun, detik ini...
Berdeham, Arane berusaha tetap rasional meski tidak gampang. Dilanda asmara acap kali membuat insan jadi irasional dan Arane tidak ingin seperti itu.
"Kita bisa kembali menjadi orang asing jika Kamu keberatan."
Arane gelagapan, segera ia menyampaikan isi pikirnya. "Aku gak keberatan. Tapi ... gimana kalo rasa ketertarikanmu hanya sampai di titik itu?"
"Kamu takut Saya pergi setelah mengenalmu?"
Arane menggerakkan kepalanya singkat. Ia jelas waspada bila nanti kadung saling tertarik tahunya dilepehkan begitu saja.
"Aku emang gak nutup hati untuk nyari pasangan. Tapi kalo Kamu datang hanya sekedar menawarkan, lebih baik Aku fokus sama warungku." utara Arane setelah berpikir dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
"Kalau begitu, beri Saya sedikit waktu untuk menyakinkan Kamu."
Menarik garis lurus di bibir, Pandega memaklumi Arane untuk menafakuri pernyataannya. Pun sejak menyatakan diri Pandega banyak bertafakur. Mengingat pesan mendiang sang ayah dan mendengarkan aspirasi sang ibu untuk mengenal Arane agar menyirnakan kebenciannya.
Sejauh ini Arane cukup baik menurut penilaian Pandega. Mandiri, cerdas, pemberani, dan memang sedikit garang. Soal fisik dan visual, nyatanya mampu membuat pusat peredaran darah si pria berirama brutal ketika si perempuan gendut tersenyum. Dan terpenting lagi, kedua keluarga sama-sama welcome. Menepis persepsi buruk yang selama ini tertanam di benak Pandega.
"Bagaimana?" cukup waktu pandega memberi jeda pada Arane.
Tatapan Arane yang sejak tadi jatuh ke alas pendopo kini berpindah, mungkin cenungannya cukup untuk memberi keputusan. Mengudarakan napas panjang, Arane menarik kepalanya ke bawah.
"Ayo, kita coba."
Terbitlah lengkungan indah di bibir Pandega yang langka untuk Arane saksikan.
"Terima kasih sudah bersedia mencobanya, Saya akan melakukan yang terbaik." pungkas si pria diberi senyuman balik oleh Arane.
Mereka kembali sunyi sembari sesekali ada pihak yang curi-curi pandang saat pihak lain menengadah ke legam malam.
"Lihat, mereka terlihat manis, ya?" Reny mengarahkan si calon besan hasil klaim sepihaknya ke arah dua insan yang duduk di pendopo.
"Apa jangan-jangan selama ini mereka aslinya dekat tapi bohongin kita?" Nismara dengan segala teori konspirasinya.
"Mungkin saja, anak sulung Saya itu terlalu tertutup soal perasaannya." duga Larasati menimpali.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDANGANPHOBIA [TAMAT]
RomanceKesal lantaran sang anak selalu mengacaukan rencana perjodohan yang ia siapkan, Reny nekat membuat undangan atas nama Arane sang anak. Bermula dari sana, semesta mempertemukan Arane dengan Pandega yang amat sangat membenci orang seperti Arane karena...