28

718 86 18
                                    

"Berhenti mentingin hidup mantanmu kalo ingin memperbaiki masalah ini."

Kata-kata penutup Arane terus memenuhi kepala Pandega hingga mau meledak rasanya. Ia menyadari dan mengakui di mana titik kesalahan yang membuatnya didinginkan oleh sang puan. Namun, lagi-lagi logika menuntunnya mencari pembenaran.

Ia hanya menemani Megantari dan anak-anaknya. Tidak ada rasa berlebih di sana selain rasa seperti seorang kakak yang menjaga adiknya. Sedangkan pada Arane, ia menempatkan puan itu pada tempat spesial di hatinya. Di mana ia akan mencurahkan cinta tanpa tapi dan karena.

Apakah itu salah?

Suara Dimas yang menanyakan makan siang menjagakan Pandega dari alam pikirnya.

"Kalian saja," jawabnya ketika diajak makan bersama.

Sepeninggal Dimas, Pandega membuka gawai dan mengirim pesan ke seseorang.

Mau makan siang bersama?

Ini ikhtiar Pandega meski tahu dijam seperti ini si puan super sibuk melayani para penyintas lapar.

Lewat jam makan siang atau tepatnya satu jam kemudian, Arane baru membaca dan membalas pesannya.

Aku dah makan.

Balasan yang tidak setimpal dengan lamanya penantian Pandega.

Kalau jalan-jalan sore?

Pandega berusaha lebih, ingin tunjukkan permintaan maafnya disertai tindakan.

Males.

Mendengus pendek, Pandega harus mengeluarkan jurus lain.

Bagaimana dengan makan malam?

Sedang menunggu Arane yang akan mengetikkan sesuatu, layar di gawai Pandega menampilkan sebuah panggilan. Dengan cepat ia menggulir ikon telepon berwarna hijau ke atas.

"Ada apa, Meg?"

"Ga, tolong, Ga! Keysa tiba-tiba demam, muntah-muntah, dan teriak-teriak perutnya sakit." terdengar kepanikan di seberang sana.

"Kamu di mana? Aku ke sana sekarang."

"Di rumah, Ga."

Pandega secepat kilat bangkit dari tahta ruangannya, menyambar jaket dan kunci motor, lantas ia melesat bak super hero.

Melupakan balasan pesan Arane yang berbunyi,

Aku maunya besok sore. Tapi kalo kamu tiba-tiba ngebatalin, Aku rasa pendekatan kita sampai di sini.

...


Ragu, nyatanya setelah sepersekian sekon mengirim balasan, justru ia tarik kembali pesannya sebelum dibaca Pandega. Entah, pesan itu telah dilihat atau belum, tapi hingga surya tenggelam fakta mengatakan si pria tidak ada tanda-tanda akan membalas.

Apa dia lagi sama si istri orang, ya?

Benak Arane terus bertanya demikian, hingga derap langkah sang kakak yang menyusulnya ke pendopo tidak ia sadari.

"Kok, ngelamun?"

Suara yang nyaris biasa itu sukses bikin Arane terhenyak pelan. Ia menoleh dan si kakak sulung sudah di sisi.

"Gapapa." jawaban andalan beribu makna.

Ekacitra Dahayu, si kakak sulung malah terkekeh dan berkata, "Gapapa tapi dari tadi Kakak lihat terpaku ke HP. Lagi nungguin doi, ya?" terdengar nada menggoda di sana.

UNDANGANPHOBIA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang