Pancar Purnama, oknum polisi yang diakui Arane sebagai mantannya itu mengulur tangan pada Pandega.
"Pandega," balas Pandega dengan sedikit senyum.
Jabatan itu tak lama terlepas. Mereka memulai obrolan ringan diselingi menyamil gorengan dan memesan minuman.
"Kalian mau pesen minum apa?" Pancar menawari.
"Kopi pahit."
"Kopi tanpa gula."
Ucap Pandega dan Arane nyaris berbarengan, mereka sempat saling pandang lalu berakhir grogi.
Pancar yang melihat reaksi kedua insan itu lantas tersenyum dan berkata, "Selera kalian mirip." dengan nada jahil.
Arane berdeham kemudian membantah dengan kedok hanya kebetulan.
Pancar, sih, percaya-percaya saja untuk menyenangkan mantannya. Toh, dari gelagat dua insan itu kentara sedang menahan salting. Ia yakin mereka bukan sekedar 'teman' atau setidaknya memiliki perasaan khusus.
"Kalian temenan atau..." Pancar sengaja menggantung ucapannya guna melihat reaksi mereka.
"Hanya kenal."
"Teman."
Jawab mereka serentak tapi berlainan, membuat Pancar bergantian menatap dua cucu adam-hawa tersebut.
"Maksudku, teman yang hanya kenal dan kebetulan korban yang kutolong rekan kerjanya."
Pancar menggerakkan kepalanya ke bawah, menaruh curiga di balik bentang senyumnya.
"Kopi manis kental satu, pahitan dua, ya." bapak pemilik warkop menyajikan pesanan ketiganya.
"Terima kasih, Pak Tejo." sampai Pancar yang memang sudah akrab dengan sang pemilik warkop.
"Sama-sama, Mas Pancar." balas Tejo ramah.
Obrolan yang lebih menonjolkan pertanyaan dari Pancar itu berlanjut. Sampai pada pembahasan kilas balik asmara Pancar dan Arane semasa kuliah.
"Saya dulu nyelingkuhin dia dan berakhir dengan Saya yang babak belur." Pancar menceritakan sejarah kelam perpacaran mereka yang manis di muka busuk di ekor.
Sorot obsidian mata Pandega seketika mengarah pada Arane, dalam benaknya ia bertanya-tanya. Sejauh mana titisan titan merasuk dalam diri perempuan gendut tersebut. Ia semakin merinding berada dalam radius yang dekat begini.
"Tapi lucunya, setelah putus malahan kita bisa berteman seperti ini." imbuh Pancar dengan secercah senyum.
"Itu karena Kamu sering nolongin Aku." perjelas Arane.
"Benar, Kamu dulu sering ke sini waktu masih magang di rumah sakit." terang Pancar membenarkan.
Diam-diam Pandega menyimak sambil ekor matanya melirik Arane di sebelah.
"Saya kasih tau, ya, Mas. Rane ini dulu sering banget nyambangin kantor polisi karena sering ribut, entah itu dengan pegawai rumah sakit sendiri atau bahkan pasiennya sendiri. Bisa dibilang, Arane ini preman berkedok dokter."
Bocoran penjelasan dari Pancar membuat Arane menghela napas berat sambil merunduk. Rasanya ia malu aib-aibnya dikuak di hadapan Pandega.
"Dokter?" Pandega lumayan kaget mengetahui profesi Arane.
"Iya, sebelum memutuskan untuk tidak melanjutkan profesinya lagi dan memilih jadi pemilik warung."
Pandega mengangguk, menyimpan sedikit pertanyaan untuk menyingkap misteri dalam perempuan gendut tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDANGANPHOBIA [TAMAT]
RomanceKesal lantaran sang anak selalu mengacaukan rencana perjodohan yang ia siapkan, Reny nekat membuat undangan atas nama Arane sang anak. Bermula dari sana, semesta mempertemukan Arane dengan Pandega yang amat sangat membenci orang seperti Arane karena...