Sabitah Wedding Art tampak sibuk seperti biasa pascakejadian dua hari lalu. Keributan dapat dicegah dan pihak Reny sebagai sumber awal masalah tidak sampai mengumbarnya pada pihak mana pun. Cukup pihaknya dan Sabitah yang tahu.
"Cicik-cicik di dinding..." Debbie menyembulkan kepala di antara celah pintu yang terbuka.
Pihak yang namanya selalu dipelesetkan itu mendengus kasar seraya menurunkan kacamata berlensa tebal dari maniknya.
"Kenapa?" Cici, gadis itu menyaut malas.
"Sibuk, ya?" pertanyaan yang sudah jelas jawabannya itu membuat perempatan tercetak di kening Cici.
Debbie cengengesan menangkap air muka Cici yang keruh. Ia tahu bagaimana sibuknya tim desain yang dibanjiri permintaan klien dengan SDM minim. Nasyita cuti 3 hari dan satu rekannya yang lain sedang sakit. Cici kewalahan menghendel semuanya.
"Ada revisi baru. Kerjain sekarang, ya. Udah ditunggu klien soalnya." tega tidak tega Debbie sampaikan.
Cici menarik napas dalam, lalu mengempas keluar dengan cepat. "Abis makan siang."
"Oke, Cici manis." Debbie tersenyum riang sembari menarik kepalanya dari celah pintu dan kembali ke markas.
"Kak Deb, ada yang minta diundurin meetingnya." lapor Adin, admin yang baru bergabung tiga mingguan ini. Sabitah semakin berkembang dan Debbie semakin keteteran bila mengurus para klien secara daring dan luring bersamaan. Lantas ia mengusulkan penambahan karyawan terkhusus bagian admin dan Pandega mau menyetujuinya.
"Diundur jamber?" Debbie menghampiri adik bimbingannya itu.
"Sore jam 4, Kak." terang Adin.
"Berarti bareng sama klien atas nama Satria?" Debbie mengelus dagunya tampak berpikir. "Kamu yang pegang, ya? Praktik ngadepin klien secara langsung." ujarnya memberi mandat.
Adin meneguk susah payah liurnya, "Kalo kliennya gak puas gimana, Kak?"
"Nanti kubantu." Debbie menyauti santai.
"Oke, Kak." meski agak ragu Adin menyanggupinya.
"Oh, iya. Selama kutinggal cuti, kalo mau diskusi sama tim desain, ajak aja Kak Nasyita atau Kak Dimas. Biar mereka yang nyampein ke Cici." pesan Debbie mengundang raut tanya di wajah Adin.
"Kok gitu, Kak? Memangnya Kak Cici kenapa?" lontarnya penasaran.
Debbie menaruh telapak tangan di dekat mulut seraya mencondongkan bibirnya ke samping kepala Adin.
"Pernah lihat es batu berjalan?" bisik Debbie dan dengan polosnya disauti oleh Adin dengan gelengan.
"Pernah!"
Matilah kau! Debbie dan Adin mendadak jadi arca dalam sekejap. Suara itu, sautan dari si pihak yang sedang disinggung oleh Debbie.
"Semua yang Debbie katakan itu sesat, ingat itu!" serang Cici tak kalah pedasnya.
Debbie menegakkan tubuhnya, berbalik sambil menampilkan senyum pasta gigi.
"Aku bercanda, Cik."
...
Sore ini Arane menjejakkan kaki mengitari beberapa lantai sebuah mal besar ditemani Renjana yang sukarela menemaninya.
"Mbak udah lama sahabatan sama Mas Endra?" lontar Renjana sedikit banyak tahu tentang Endra yang beberapa kali mampir ke warung dan kadang-kadang membawakan kopi dari kafenya.
"SD keknya, kenapa?" saut Arane sambil menebar pandangan mencari outlet-outlet sesuai yang ia cari.
"Gapapa, seneng aja ngelihatnya. Kalian gak terjebak friendzone, Mbak?" kulik Renjana.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNDANGANPHOBIA [TAMAT]
RomanceKesal lantaran sang anak selalu mengacaukan rencana perjodohan yang ia siapkan, Reny nekat membuat undangan atas nama Arane sang anak. Bermula dari sana, semesta mempertemukan Arane dengan Pandega yang amat sangat membenci orang seperti Arane karena...