30

804 84 16
                                    

"... Mari kita jadi orang asing seperti dulu lagi, Dega."

Langit seakan runtuh begitu si puan di sampingnya berkata demikian. Demi apapun, Pandega tak masalah bila harus menerima tonjokan lagi atau makian sekasar apapun dari Arane. Asal jangan berhenti dan kembali seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

"Tenangkan dirimu, Arane. Kita bisa membicarakan semua dengan baik-baik." mohon Pandega, tapi puan hatinya merespon dengan gelengan.

"Saat kupikir bisa nuntasin sambil jalan, ternyata salah besar. Kamu belum selesai dengan masa lalumu, Dega." suara Arane terdengar lebih stabil meski wajah sembabnya masih terjejak jelas.

"Saya sungguh tidak punya perasaan apa-apa lagi, selain hanya rasa sebagai kakak. Saya mohon percaya itu, Arane." pinta Pandega sangat seraya menggenggam tangan Arane dengan kedua tangannya.

Menggeleng, kini Arane semakin yakin untuk mempertimbangkan tawaran Dahayu. Barangkali terbang jauh ke negara kecil Eropa Barat yang terletak di jantung Eropa bisa jadi pelipur laranya.

"Pergi, Dega ..." lirihnya sebagai jawaban.

"Arane, Saya mohon..."

"Maaf gak bisa nganter Kamu dan ngebatalin temu kita."

Final, Pandega tak dapat lagi mempengaruhi keputusan akhir sang puan. Genggaman tangannya memudar, cukup tahu diri sebesar apa kesalahan dan luka yang ia berikan untuk Arane.

"Naiklah taksi, itu akan lebih aman." pesan Pandega sebelum pamit undur diri.

"Aku bisa, gak perlu khawatir." saut Arane cepat sambil menoleh ke arah mana saja, asal air matanya yang menitih tidak tertangkap netra Pandega.

"Hati-hati di jalan, Rane ..."

Pandega melangkah turun, menatap Arane sekali lagi meski yang ditatap enggan menatap balik. Dirasa si pria tidak lagi di mobilnya, Arane bergeser posisi. Menempati jok kemudi yang masih tersisa kehangatan dan aroma tubuh sang pria. Mendadak rindu itu muncul dengan kurang ajarnya, padahal si pria masih di sekitaran sana.

Mobil bergerak pelan, meninggalkan Pandega yang setia berdiri di posisinya tanpa lepas pandangan dari mobil Arane. Bahkan saat Arane hilang setelah membelokkan kemudinya ke jalan utama, Pandega tetap di sana.

Anak sungai itu kian deras mengalir dari hulu pelupuk membanjiri daerah hilir pipi. Membawa turun kabut yang mengaburkan penglihatan, hingga nyaris saja si puan memepet kendaraan besar di depannya. Omongan Pandega benar, mengendara dengan kondisi seperti ini sangat berisiko.

Ah, Pandega lagi, Pandega lagi! Belum terlalu jauh jika Arane sedia putar balik lalu menabrak pria itu dengan pelukan.

Menepikan mobil, Arane pakai jasa taksi saja untuk mengantarnya. Sedang mobilnya biar dijemput jasa derek. Semua demi keamanan bersama.

...

Perjalanan membawamu
Bertemu denganku
Ku bertemu kamu
Sepertimu yang kucari
Konon aku juga seperti yang kau cari

Yeah, meskipun pertemuan itu tidak semulus lagu 'Hati-hati di Jalan' milik Tulus. Akan tetapi, semua berjalan seolah telah diatur sedemikian rupa oleh semesta untuk membersamakan Arane dan Pandega.

Kukira kita asam dan garam
Dan kita bertemu di belanga
Kisah yang ternyata tak seindah itu

Kukira kita akan bersama
Begitu banyak yang sama
Latarmu dan latarku

UNDANGANPHOBIA [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang