Ayah yang Tegas

1.2K 182 65
                                    

"Mas besok libur kan?"

Marga menganggukan kepalanya. Ia kemudian menyamankan dirinya dalam dekapan hangat selimut. Tidak lupa menutup matanya dengan penutup mata. Hendak tidur di pagi yang cerah ini. Wajar, sudah tiga hari Marga selalu jaga malam. Baru sampai rumah jam 8 pagi.

"Kita belum ke tetangga depan tau Mas."

Marga menghela napas pelan. Ia membuka penutup matanya dan menatap istrinya dengan lembut. "Mbak Winnie? Kan udah."

Hedia berdecak. "Depan komplek maksudnya, Mas. Ada tiga rumah belum didatengin."

Alis Marga menyatu tidak mengerti. "Bukannya 4?"

Geraman kesal keluar dari mulut Hedia. "Kan Mbak Karen udah ke sini. Ngapain ke rumah dia lagi."

Marga terkekeh. "Kenapa emangnya?"

Hedia menatap kesal ke arah Marga yang bertanya dengan tenang dan senyum tertampil tanpa dosa. "Perlukah aku jawab pertanyaan kamu, Mas?"

Lagi, Marga terkekeh. "Gak perlu," balasnya dengan tenang. "Aku udah boleh tidur belum?" lanjutnya bertanya sama tenangnya.

Wajah kesal Hedia segera tergantikan dengan senyum tanpa dosa. "Maaf ya, Mas. Selamat bobo. Aku tutup ya, tirainya. Biar kamarnya agak gelap."

"Thank you, babe."

"Have me in your dream, Mas."

Marga menghentikan gerakan tangannya yang hendak memakai penutup mata. "Cium aku dulu kalau kamu mau ada di mimpi aku."

Hedia tertawa. Marga memang selalu bisa mencuri kesempatan. Tidak ingin menolak permintaan suaminya, Hedia berjalan kembali menghampiri Marga, menunda untuk menutup tirai kamar.

"Kecup aja ya, Mas," ujar Hedia memberikan  peringatan. "Nanti yang ada Mas gak jadi tidur."

Kini Marga yang tertawa. "Iya, apa aja. Buat masuk ke dalem mimpi aku tuh susah, bayarannya mahal. Khusus kamu, cukup kasih cium aja."

Hedia menggelengkan kepalanya. Tidak ingin membuang waktu dengan berdebat, Hedia segera memberikan kecupan ringan di bibir tipis Marga.

"Udah. Bobo, ya, sekarang."

.
.
.

"Cobain deh. Ini aku coba bikin lagi resep kue pas kerja di London." Kanaya meletakan kue sebagai makanan penutup untuk sarapan Jordy hari ini.

"Kalau enak, mau aku bagiin ke tetangga. Sekalian aku ajak mereka bikin kue ini lagi. Kalau nggak enak, nanti aku daur ulang jadi kue yang biasa kamu makan," lanjutnya yang kini sudah mendudukan dirinya di sebelah kanan Jordy.

"Hari ini gak usah bikin kue sama tetangga dulu, ya? Kita pergi jalan-jalan ke Bandung. Lalu, Senin malam kita pulang," ajak Jordy.

Kanaya membulatkan mata bulatnya karena bingung. "Kenapa mendadak?"

Jordy mengedikan bahunya. "Tidak mendadak. Sudah direncanain dari lama. Aku cuma mau kasih kejutan saja."

Johnson dan Jordy itu sama.

Sama-sama aneh dalam berbincang menggunakan bahasa Indonesia.

"Iya juga sih. Gak mungkin banget mendadak kalau pulangnya Senin. Kamu kan punya banyak kerjaan."

Balasan asal dari Kanaya membuat Jordy membalikan garpunya. Dari ujung meja, ia beranjak ke sebelah kanan Kanaya. Tangannya kemudian terulur merangkul pinggang istrinya. Tidak lupa memberikan kecupan lembut di pelipis Kanaya.

Tindakan yang dilakukan Jordy cukup membuat Kanaya kebingungan. Sangat tidak biasa untuk suaminya meninggalkan tempat duduk disaat makanan di atas meja belum selesai dimakan.

Desperate Housewives  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang