2. Rai dan Ari

730 139 63
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marga tersenyum seraya memasukan ponselnya ke dalam saku celananya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marga tersenyum seraya memasukan ponselnya ke dalam saku celananya. Ia menggantungkan jas dokter kebanggaannya pada gantungan baju di dekat pintu ruang kerja. Siap untuk pulang ke rumah. 

"Marga!"

Lelaki itu menghentikan langkahnya. Mendengar dengan jelas suara rekan kerjanya. Cendikia. Temannya yang masih belum bisa keluar dari zona residen. Marga berharap jika temannya itu tidak meminta bantuan untuk menyelesaikan tesisnya yang selalu revisi sana-sini. 

"Kenapa?" 

Matanya melihat tumpukan kertas dalam genggaman Cendikia. Rasanya Marga ingin kabur sekarang juga. 

"Duh, Ki, gua lagi gak bisa bantu tesis lu. Mbak istri udah nunggu di rumah. Gua juga pengen meluk dia. Semalem tidur di call room gak dipeluk istri gak ada nyenyak-nyenyaknya tidur gua," lanjut Marga tanpa berniat mendengarkan ucapan Cendikia. 

"Kagak, bukan itu. Gua juga lagi males langsung benerin revisian. Tadi gua dari ruang Pak Kinan. Dia minta gua buat panggilin lu," balas Cendikia. 

Marga menghela napas keras. "Ya udah, makasih ya, Ki."

Cendikia menganggukan kepalanya. Ia kemudian menoleh ke sebelah kiri, ruangan Marga berada. "Gimana rasanya udah punya ruangan sendiri?"

"Gak sendiri, bagi sama Mas Dika," koreksi Marga.

Desperate Housewives  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang