1. Karen, Leila, dan Mirna

708 134 82
                                    

Leila: Lay

Kalian kayanya lupa siapa yang jadi Leila. Tapi wajar sih, aku perkenalin Leila tapi dia jarang dapet cerita wkwkwk

.
.
.

Mirna berjalan dengan terburu-buru menuju mobilnya. Anna di belakangnya mengekor dengan wajah merengut kesal, pusing mendengar ocehan dari Ibunya di pagi hari ini.

"Udah gak tau berapa kali Mama bilang, siapin semuanya pas malem, liat deh, sekarang kamu bingung sendiri nyari tugas kamu di mana pagi-pagi gini."

Anna hanya bisa diam, tidak berani menyela ucapan Ibunya. Sekalipun sebenarnya sudah lelah mendengar ocehan tiada henti dari Mirna.

"Pagi, Bu."

Mirna menghentikan langkahnya saat mendengar suara lelaki menyapanya. Ia menatap ke arah trotoar depan rumah dan tersenyum sopan. Tidak lupa membalas sapaan lelaki yang mendekat ke arahnya.

"Saya, Pratama, tetangga baru. Rumahnya di depan situ." Pratama menunjuk rumahnya. "Bekas rumah traveller katanya," lanjutnya dengan senyum ramah.

Mirna mengangguk mengerti. Ia kemudian mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Pratama pun mengusap tangannya pada handuk yang menggantung di lehernya sebelum menerima jabatan tangan Mirna.

"Saya, Mirna." Ia melepaskan tangannya dan beralih merangkul pundak anak gadisnya. "Kalau ini Anna, anak saya. Ayo kenalan sama tetangga baru," lanjutnya.

Pratama tersenyum sopan dan menerima uluran tangan dari Anna. "Halo, Anna. Kamu umur berapa?"

"Halo, Om. Aku Anna, umur aku 14 tahun."

Pratama menganggukan kepalanya. Tangannya kemudian terlepas dari genggaman Anna.

Mirna mengangguk sekilas. "Perkenalannya lanjut nanti, ya, Mas Pratama. Anna ada tugas bikin jam dinding, tapi dia lupa bilang kemarin. Jadi pagi-pagi gini saya harus cari bahan untuk bikin jam dinding," jelasnya untuk berpamitan.

Kekehan terdengar ke luar dari mulut Pratama. "Keponakan saya juga suka gitu, Bu. Suka kasih tau tugas mendadak."

"Ya begitulah anak kecil. Tapi kalau udah kelas 3 SMP bukan anak kecil lagi harusnya," balas Mirna yang kemudian menatap sinis ke arah Anna.

"Kalau gak keberatan, saya bisa bantu tugas Anna. Kebetulan di rumah ada peralatan untuk bikin jam dinding," ujar Pratama dengan ramah.

Mirna tergagap. Ingin sekali rasanya menerima bantuan tersebut. Tapi agaknya ia harus menolak hal tersebut. Mengingat Pratama adalah tetangga baru di komplek ini. Namun sepertinya Mirna dan Anna berpikiran berbeda. Belum sempat Mirna menolak kebaikan hati Pratama, Anna dengan cepat berseru.

"Boleh, Om!" Anna kemudian tersenyum sumringah

Pratama terkekeh. "Oke. Kalau gitu, Om ke rumah dulu ambil peralatannya. Nanti Om balik lagi."

"Eh, gak usah, Mas Pratama. Jangan ngerepotin," ujar Mirna berusaha untuk menolak. Tidak ingin merepotkan tetangga baru sama sekali.

"Gak apa-apa, Bu Mirna. Daripada nanti Anna gak dapet nilai karena ngumpulin tugas."

"Iya, Ma. Nanti kalau nilai aku kosong, gimana?" Anna berusaha merayu Ibunya.

"Ya salah sendiri. Siapa suruh gak inget kalau ada tugas? Udah Mama bilangin, setiap ada tugas, catet di buku tugas yang udah Mama kasih. Udah dikasih fasilitas untuk itu, gak kamu manfaatin," ujar Mirna yang kini menasehati Anna.

Pratama terkekeh. "Karena sekarang kondisinya urgent, saya gak merasa direpotin, kok, Bu Mirna. Saya seneng bisa bantu tetangga baru."

Mirna menghela napas. Mengalah, membiarkan tugas Anna diselesaikan oleh si tetangga baru. Memberikan persetujuan untuk Pratama membantu tugas sekolah milik Anna.

Desperate Housewives  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang