1. Depan, Kanan, dan Kiri

2K 214 20
                                    

"Babe," panggil Marga seraya melangkahkan kakinya memasuki rumah yang pintunya terbuka begitu saja. Masih banyak barang juga di pekarangan rumah. Beberapa pekerja juga masih berlalu lalang untuk merapikan rumah.

Marga tersenyum melihat Hedia hanya diam membelakanginya. Tanpa ragu ia berjalan mendekati isrinya dan memeluk dari belakang. Sukses membuat Hedia menjerit dan nyaris memukul Marga saat membalikan tubuhnya.

"Mas," rengek Hedia yang kemudian balas memeluk suaminya. "Kenapa mesti ngagetin sih?"

Marga terkekeh. "Apanya yang ngagetin deh. Orang udah aku panggil tadi. Kamu lagi ngapain sampe gak denger aku dateng?"

"Aku laper, jadi aku cuman liatin makanan yang lagi aku panasin di dalem microwave. Tapi aku cuman manasin buat diri aku sendiri. Nanti Mas kalau laper panasin sendiri aja, ya?" Hedia mendongakan kepalanya dan tersenyum.

Marga pun membalas senyuman tersebut, dan kemudian mengecup bibir istrinya. "Iya, gampang."

Dentingan yang berasal dari microwave membuat Hedia melepaskan pelukan Marga. Wanita itu menyiapkan makanannya dengan semangat. Sudah sangat lapar, jadi ingin segera memakan makanan yang baru saja dipanaskannya.

"Mas tadi gimana operasinya, lancar?" tanya Hedia yang kini memunggungi Marga untuk menyiapkan makanan.

Marga mendudukan dirinya di kursi konter dapur. Menatap punggung istrinya yang sedang asik sendiri. "Gak selamat. Makanya aku pulang cepet."

Hedia segera membalikan badannya. Ia berjalan menghampiri Marga dengan tangan yang direntangkan, siap memberikan pelukan untuk suaminya. Kursi konter dapur yang tinggi membuat kepala Marga bersembunyi di ceruk leher Hedia. Tangan kekar Marga pun melingkar erat di pinggang istrinya.

"Dari penanganan di UGD sebelum masuk ke ruang operasi pun udah kritis keadaannya. Korban kecelakaan motor dimana korban gak pake helm tuh, emang susah untuk diselamatin. Tapi aku gak nyerah. Sempet ada harapan sebenernya pas operasi. Cuman ternyata ada cedera yang gak bisa dikasih tindakan," cerita Marga dengan lemah. Hedia turut merasakan kesedihan yang dialami oleh Marga.

"Jangan naik motor ya, Babe. Naik mobil aja. Ke mana-mana pake gocar aja," lanjut Marga dengan khawatir. "Gak sekali dua kali aku nanganin kasus kecelakaan motor. Mau yang pake helm atau nggak, lebih bahaya naik motor daripada naik mobil. Pake mobil aja, ya, mulai sekarang," rayu Marga yang kini mendongakan kepalanya menatap Hedia penuh harap.

"Aku usahain. Aku gak bisa janji. Kalau lagi perlu cepet kan, aku butuh motor juga. Terus kalau kita mau kencan, Mas lebih suka naik motor. Katanya biar bisa dipeluk aku."

Marga menghela napas pelan. "Iya sih bener."

Hedia menyisir rambut Marga dengan jari-jarinya. "Caranya, hati-hati kalau berkendara," timpalnya dengan lembut. 

"Kamu udah pesen kue buat kenalan sama tetangga?" tanya Marga yang kini melepaskan pelukan dengan Hedia. Mengalihkan pembicaraan dan  membiarkan istrinya duduk di sebelahnya agar bisa makan. 

"Udah, tapi belum dateng. Tapi tadi pas nurunin barang dari truk, aku udah kenalan sama beberapa tetangga. Mereka nyamperin aku. Malah aku lagi jelek banget lagi," keluh Hedia. 

Marga terkekeh. Ia berdiri dari duduknya dan berdiri di belakang istrinya. "Cantik gini kok. Jelek darimananya sih?" Tangan Marga kemudian meraih ikatan rambut Hedia yang sudah berantakan. Merapikan kembali ikatan tersebut agar tidak membuat Hedia yang sedang makan risih. 

"Sebelah kiri kita itu ada yang namanya Mbak Kanaya. Gak tau sih dia lebih tua dari aku atau bukan, tadi baru perkenalan nama aja, belum detail," jelas Hedia. "Tolong dicepol, Mas," pintanya sebelum melanjutkan cerita. Marga menyanggupi permintaan istrinya.

Desperate Housewives  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang