Akhir Cerita

775 138 127
                                    

"Jihan," panggil Soekma dengan lembut. 

Jihan menatap sedih ke arah suaminya yang baru saja masuk ke dalam kamar. 

"Kalau kamu gak mau, masih bisa dibatalin, kok," ujar Soekma yang mendudukkan diri di sebelah istrinya dan menarik Jihan ke dalam pelukannya. 

"Kembar seneng banget masalahnya pas dikasih tau untuk sekolah di Inggris. Mungkin emang mereka lebih baik untuk terima tawaran di kampus sana untuk dapet pendidikan lebih baik."

Soekma mengecup puncak kepala Jihan. "Kamu yakin, kan? Kita bisa kasih pengertian ke kembar kalau mereka gak bisa lanjut pendidikan di Inggris. Kamu keliatan seneng banget tinggal di sini, aku juga gak mau kehilangan kebahagiaan kamu."

Jihan mendongak dan tersenyum lembut. "Aku bahagia kalau anak aku bahagia, A'. Aku masih bisa ketemu sama tetangga ini lain kali. Pendidikan anak-anak aku lebih penting."

"Oke. Besok kita siapin untuk kepindahan kita, ya."

"Iya, A."

.
.
.

"Daddy!!!"

"Sebentar, sayang," ujar Johnson melihat ke bawah di mana Jay yang memeluk kakinya

"Akh!" Johnson nyaris saja menendang Jay yang mencabut bulu kakinya. "Sama mommy dulu, ya, sayang."

"Mommy sedang menggambar." Jay segera menunjukkan wajah sedihnya. Air mata sudah menumpuk di kantung matanya. 

Johnson mau tidak mau melepaskan pisau di tangannya dan meraih Jay ke dalam gendongannya. Ia pun mengambil gendongan untuk menggendong Jay di punggungnya. 

"Daddy sedang apa?"

"Jay kan tadi minta buah. Daddy potong apel dan stroberi untuk Jay." Johnson menoleh ke arah Jay dan tersenyum senang. 

Bocah lelaki yang nyaris berusia lima tahun itu menjerit senang. 

"Jay, mau tinggal di Amerika, tidak?"

"Tempat grandpa dan grandma?"

"Yup! 100 for you, buddy!"

Jay tertawa senang. "Memangnya, Daddy mau tinggal di sana?"

Johnson menganggukkan kepalanya. "Amerika memang tempat tinggal Daddy. Dan di sini tempat tinggal Mommy."

Jay tiba-tiba saja menangis. Johnson cukup panik, ia pun segera memindahkan gendongan Jay hingga berhadapan dengannya. 

Johnson pun melangkahkan kakinya pada ayunan besar dan mendudukkan dirinya di sana. Kakinya bergerak ringan untuk menggerakkan ayunan, berusaha menenangkan Jay. Seraya menangkan Jay, Johnson melepaskan gendongan dari tubuh anaknya. 

Dengan lembut, Johnson menyeka wajah Jay yang basah karena air mata dan keringat. "Kenapa, buddy?"

"Can you guys just living together like this?"

Johnson terkekeh. Agaknya ia mengerti mengapa Jay menangis. Ada ucapan yang salah dari perkatannya di dapur. 

"Sure. We will always living like this forever. All I want to say is, Mommy's hometown in here, and Daddy's hometown in America. That's it. Kita tidak akan tinggal terpisah."

"Tuh kan, tuh kan. Suka kebiasaan. Kalau gak ada aku pasti ngomongnya pake Inggris."

Telma tiba-tiba saja muncul dengan piring berisi buah di tangannya. 

"Eh? Anak Mommy kenapa?" Telma menyerahkan piring di tangannya kepada Johnson dan mengambil alih Jay ke dalam gendongannya. 

Johnson terkekeh dan menjelaskan kejadian yang baru saja dialami olehnya dan Jay. Telma pun tertawa dan mengecup gemas seluruh wajah anaknya. 

Desperate Housewives  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang