2. Karen, Leila, dan Mirna

619 128 61
                                    

Marga menepati ucapannya. Hal yang jarang terjadi jika itu menyangkut pekerjaannya sebagai seorang dokter. Lelaki itu pulang ke rumah tiga hari setelah komunikasi terakhir.

Hedia dibuat terdiam tanpa bisa berkata apapun. Apalagi saat Marga sampai di rumah, ia sedang asik mengobrol dengan Pratama. Wajah tidak bersahabat Marga pun didapatkan Hedia karena hal tersebut.

"Ini suami aku, Kak. Dia dokter bedah saraf. Baru pulang pengabdian dari Pulau Kei," ujar Hedia mengenalkan Marga kepada Pratama.

Kedua lelaki itu kemudian saling berkenalan dan berbasa-basi.

Dan sepertinya Pratama menjadi lelaki yang sangat pengertian. Obrolan tersebut tidak berlangsung terlalu lama.

"Kayanya kita ngobrol sampai sini dulu. Mas Marga baru pulang kerja, pasti pengen istirahat dan peluk istri," ujar Pratama dengan jenaka.

Hedia tersenyum sopan mendengar hal tersebut. Apalagi dengan tindakan Marga yang tiba-tiba merangkul pinggangnya.

"Makasih pengertiannya, Mas Pratama. Kalau gitu, kami masuk dulu, ya. Nanti kita ngobrol lagi."

Pratama pun mengangguk setelah berpamitan. Ia kembali melanjutkan olahraga sorenya yang tertunda akibat berbincang dengan Hedia. Kakinya melangkah cepat menuju depan perumahan, hendak berlari ke arah sana. Namun langkahnya harus segera terhenti ketika ada yang memanggil namanya.

"Mas Pratama!"

Leila segera berlari menghampiri Pratama dengan senyum sumringah. "Olahraga bareng gak masalah, kan, Mas Pratama?"

Pratama tersenyum sopan dan mengangguk. Keduanya pun kini berlari bersama mengitari perumahan. Leila banuak bercerita. Baik tentangnya ataupun tentang Nina. Ia menceritakan segalanya. Dan Pratama dengan baik hati menanggapi hal tersebut.

"Eh, Mas Pratama."

Kedua orang itu menghentikan langkahnya saat bertemu dengan Karen di pertigaan jalan.

"Halo, Karen," sapa Leila dengan sinis.

"Iya, Mbak," balas Pratama dengan senyum sopan.

Karen berdiri di hadapan Pratama dengan wajah merengut kesal. "Mas nolak olahraga bareng saya tuh karena mau olahraga bareng Bu Leila? Sedih banget ya jadi saya," ujarnya dengan nada sedih.

Pratama gelagapan. "Bukan gitu, Mbak. Tadi, —— ,"

"Jelas Mas Pratama mau olahraga bareng gua. Ngapain olahraga bareng sama jablay," sela Leila.

Karen menatap tidak terima ke arah Leila. "Jangan asal ngomong, ya. Saya tuh kerja jadi agen perumahan."

Leila memutar bola matanya. Malas menanggapi ucapan Karen. Tangannya pun merangkul lengan Pratama. "Ayo, Mas. Mending kita lanjut olahraga. Diemin aja Karen tuh."

Setelah mengatakan hal tersebut, Leila mendorong Karen dengan pelan agar tidak menghalangi jalannya.

Kesal, Karen menjulurkan kakinya ke depan ketika Leila mulai melangkah untuk berlari. Dan seperti dugaannya, Leila pun terjatuh. Walaupun tidak benar-benar terjatuh karena berhasil ditahan oleh Pratama.

Leila berdiri tegak dan membalikan badannya. Ia menghampiri Karen dengan marah. Tanpa ragu tangannya mendarat pada kepala Karen dan menarik rambut coklat tersebut.

"AAAAA!!!" Karen berteriak saat rambutnya dijambak oleh Leila.

Tidak ingin kalah, Karen pun menarik rambut Leila.

"AAAAA!!!!" Leila pun ikut menjerit kesakitan saat rambutnya dijambak oleh Karen.

Pratama bingung. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukan saat ini. Tidak pernah menghadapi situasi seperti ini. Pratama tidak tahu bagaimana cara memisahkan dua wanita yang saling menjambak satu sama lain.

Desperate Housewives  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang