Cerita Saat Malam

1.2K 184 44
                                    

Kanaya tersentak saat ada tangan yang melingkari pinggangnya. Bau dan suara yang sangat ia kenali membuatnya tidak takut lagi. Jordy, sang suami, memberikan kecupan di puncak kepala istrinya. 

"Sedang apa di sini? Aku cari ke mana-mana, taunya di sini. Apa tidak dingin?"

Kanaya menggelengkan kepalanya, badan pun ia senderkan pada sang suami. Angin malam dari balkon tidak terasa dingin berkat pelukan hangat Jordy.

"Kamu lagi mikir apa?"

Jordy tahu dengan pasti, istrinya sedang memiliki banyak pikiran. Karena itu ia bertanya. Tidak ingin membuat istrinya memikirkan masalah sendiri. Bagaimana pun juga, Kanaya selalu menjadi pendengar untuk setiap masalahnya, ia pun ingin begitu. Sudah 10 tahun mereka berkencan dan 8 tahun menikah, Jordy tentu mengenal istrinya. 

Helaan napas terdengar begitu frustasi keluar dari mulut Kanaya. "Tadi sore aku berkebun di kebun belakang. Terus aku denger Jay nangis lumayan lama. Akhirnya aku bikinin kukis khusus untuk anak. Setelahnya, aku kasih ke Telma. Dan ternyata pas tadi sore ngobrol, Jay lagi sakit."

Kanaya adalah wanita yang sangat menyukai anak kecil. Wajar jika ia sangat perhatian kepada anak tetangganya. Tapi Jordy tahu dengan pasti masalah yang dipikirkan oleh istrinya.

"Kita gak bakal bahas hal yang sama, bukan?"

Kanaya membalikan tubuhnya dan memeluk Jordy dengan erat. "Pengennya gitu. Tapi emang masalah aku saat ini ya, anak. Kesedihan aku sekarang karena masalah anak," ujarnya dengan jujur.

Jordy membalas pelukan istrinya tidak kalah erat. "Kita coba terus, ya?"

"Harusnya aku setuju untuk nikah sama kamu dari lama, bukan mikir karir. Kayanya aku emang terlalu tua buat hamil nyampe dua tahun lalu aku keguguran."

Tangan kekar Jordy mengusap belakang kepala Kanaya. "Hey, kamu ngomong apa sih? Mungkin memang jalannya harus kaya gini. Gak usah dengerin kata orang. Kata dokter, orang yang lebih ngerti dan lebih tau tentang kesehatan, rahim kamu baik, kamu juga sehat. Gak usah nyalahin diri sendiri. Aku gak suka. Sudah, ya?"

Kanaya hanya diam tidak membalas apapun. Karena perbincangan yang mereka lakukan saat ini akan menghasilkan hal yang sama. Kanaya sangat sadar perbincangan ini tidak ada gunanya sama sekali selain meluapkan rasa tidak nyaman dalam dirinya. Bagaimanapun, Kanaya ingin punya anak.

"Tetangga baru kita gimana?" tanya Jordy mengalihkan perhatian.

Kanaya mendongak dan tersenyum lebar. Jordy sangat menyukai senyum itu. Senyum yang membuatnya jatuh cinta dan semakin mencintai Kanaya.

"Pasangan muda. Mereka seru! Jadi pas aku lari keliling komplek, aku lihat ada tetangga baru, yaudah aku kenalan. Namanya, Hedia. Aku janji buat kasih kue tadi siang. Eh, taunya dia yang datang sama suaminya, Marga. Kerja di SM Hospital. He is a neurosurgeon."

"Oh ya?"

Kanaya mengangguk semangat. "Iya. Mereka baru setahun nikahnya. Mereka juga sopan dan baik. Aku suka sama mereka."

.
.
.

"Jo, besok kamu bisa izin, gak?"

Johnson  mendongakan kepalanya saat mendengar Telma memasuki ruang kerja tanpa permisi.

"Oke, aku tau aku salah masuk ruang kerja kamu gak pake ketuk pintu dulu." Telma mengangkat kedua tangannya di sisi kepalanya tanda ia mengakui kesalahannya.  "Tapi aku bener-bener butuh ngobrol sama kamu sekarang."

Johnson berjalan ke arah Telma yang sudah duduk di sofa yang berada di dalam ruang kerja. "Kenapa?" tanyanya dengan lembut.

"Aku butuh kamu buat bantu ngurus Jay. Dia kalau sakit maunya nempel terus, digendong. Aku duduk bentar dia nangis. Capek, Jo. Emang ini bukan pertama kalinya aku ngurusin Jay sakit. Tapi untuk kali ini aku ngerasa capek banget." Mata Telma berlinang air mata setelah mengeluarkan keluhannya.

Desperate Housewives  ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang